Perubahan Pola Tanam dan Pola Kerja di Pasongsongan: Sebuah Cerminan Transformasi Sosial Pedesaan

petani pasongsongan mandiri

Perubahan perilaku pertanian masyarakat di Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, menjadi fenomena menarik untuk dicermati.

Jika dulu mayoritas petani yang memiliki lahan tegalan di wilayah ini menanam jagung setiap datangnya musim hujan, kini banyak diantara mereka beralih menanam padi.

Pergeseran ini bukan sekadar tren singkat semata, tapi merupakan gambaran tentang cara berpikir baru, strategi bertahan hidup, sekaligus bentuk adaptasi terhadap tantangan zaman.

Tegalan yang Disulap Menjadi Lahan Padi

Sebagian besar lahan pertanian di sisi utara Kecamatan Pasongsongan sesungguhnya merupakan tegalan, bukan sawah irigasi.

Secara alamiah, tegalan tidak dirancang untuk persawahan karena minim suplai air. Tapi, masyarakat mampu memanfaatkan teknologi sederhana—sumur bor—untuk mengatasi keterbatasan tersebut.

Ketika hujan tak kunjung turun, sumur bor jadi penyelamat. Air dipompa dan dialirkan ke lahan padi sehingga tanaman tetap tumbuh optimal.

Langkah ini mencerminkan kecerdasan kolektif petani dalam mengelola sumber daya yang ada.

Mereka tidak lagi bergantung sepenuhnya pada cuaca, tapi mencoba “mengendalikan” lingkungan agar tetap produktif.

Inilah bentuk kemandirian pertanian yang sangat relevan dengan semangat swasembada pangan.

Swasembada Pangan dan Kearifan Lokal

Gerakan swasembada pangan tidak hanya dicanangkan oleh pemerintah pusat, tapi juga lahir dari kesadaran masyarakat akar rumput.

Ketika kebutuhan beras terus meningkat, masyarakat Pasongsongan memilih berkontribusi langsung dengan menanam padi.

Ini bukan saja keputusan ekonomi, tetapi juga keputusan sosial dan nasional—bahwa ketahanan pangan harus dimulai dari desa.

Selain itu, pola pikir masyarakat yang mulai berpindah dari jagung ke padi menunjukkan kemampuan mereka membaca peluang pasar.

Harga padi lebih stabil dibanding jagung, sementara kebutuhan beras bersifat fundamental.

Para petani memahami bahwa bertani padi bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan keluarga, tapi juga peluang meningkatkan pendapatan.

Fenomena Merantau dan Berkurangnya Tenaga Petani Muda

Di sisi lain, perubahan pola tanam ini juga berkaitan erat dengan perubahan sosial yang lebih luas.

Banyak pemuda dari Pasongsongan kini memilih merantau ke berbagai kota di Indonesia. Mereka bekerja sebagai penjaga toko sembako atau toko kelontong dan banyak yang berhasil mencapai kehidupan yang lebih mapan.

Fenomena ini mencerminkan pandangan baru: Menjadi petani bukan lagi dianggap sebagai jaminan kemakmuran.

Ditambah lagi lapangan kerja di desa terbatas, sehingga merantau jadi pilihan rasional.

Namun, akibatnya jumlah tenaga petani di kampung semakin berkurang. Para orang tua masih bertani, sementara generasi mudanya mulai meninggalkan sektor pangan yang sebenarnya sangat strategis.

Perhatian bagi Pemangku Kebijakan

Situasi ini seharusnya jadi perhatian serius para pemangku kebijakan di Kabupaten Sumenep.

Transformasi pola kerja dan pola tanam masyarakat tidak boleh hanya dipandang sebagai perubahan alamiah, tapi harus dibaca sebagai sinyal penting:

  • bahwa petani butuh dukungan irigasi yang lebih baik,
  • bahwa teknologi pertanian perlu dipermudah aksesnya,
  • bahwa generasi muda memerlukan alasan untuk kembali melihat pertanian sebagai sektor yang menjanjikan.

Pemerintah daerah perlu hadir dengan program pemberdayaan, insentif bagi petani, pelatihan budidaya modern, dan kebijakan yang mampu menarik minat pemuda agar tidak seluruhnya meninggalkan dunia pertanian.

Pola Tanam

Perubahan pola tanam dari jagung ke padi di Pasongsongan bukan sekadar perpindahan komoditas.

Ia adalah cermin ketangguhan petani, kecerdikan dalam membaca peluang, dan kemampuan beradaptasi terhadap kondisi sosial ekonomi.

Namun, di balik itu terdapat tantangan besar: berkurangnya tenaga petani muda dan semakin meningkatnya kebutuhan pangan.

Karena itu, kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan generasi muda jadi kunci agar Pasongsongan tidak hanya mampu bertahan, tapi juga berkembang sebagai desa yang kuat secara ekonomi dan mandiri secara pangan.[sh]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura Kelas 3 SD di Sumenep

Surajiya dan Juan Dali: sebuah Enigma dan Anak Kecil yang Mewarnai Langit

LPI Nurul Ilmi Gelar Peringatan Hari Guru Nasional 2025 dengan Baca Yasin, Tahlil, dan Doa Bersama

Mitos Uang Bernomer 999

Jurnal Pembelajaran Mendalam dan Asesmen 2.0 (Umum) dengan Topik Pendekatan Understanding by Design dalam Perencanaan Pembelajaran

Contoh Jurnal PPG Modul 1 Pembelajaran Sosial Emosional, dengan Topik Pentingnya Collaborative, Social, and Emotional Learning (CASEL)

Jurnal Pembelajaran PPG Modul 2 Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Nilai