Patmo, S.Pd: Energi Muda dari Pasongsongan yang Pergi Terlalu Cepat
Di setiap generasi, selalu ada sosok yang hadir bukan untuk mencari panggung, tetapi untuk menyalakan harapan. Ia bekerja dalam senyap, tapi jejaknya begitu nyata dirasakan masyarakat.
Dari Dusun Sempong Timur, Desa sekaligus
Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, sosok itu bernama Patmo, S.Pd—tokoh
muda yang energinya seolah tak pernah padam hingga hari-hari terakhirnya.
Patmo bukan
sekadar dikenal oleh warga sekampung atau sahabat dekatnya saja. Namanya akrab
di telinga para tokoh alim ulama di wilayah Madura, sebuah pengakuan
yang tak bisa dibeli atau diminta, melainkan hadir karena ketulusan perilaku
dan pengabdiannya.
Ia juga dihormati di dunia pendidikan, bukan
karena gelar yang disandangnya, tapi karena cara ia menjadikan ilmu sebagai
ladang pengabdian.
Karya Besar dari Sosok yang Tidak Hidup Berkelebihan
Ironisnya,
Patmo bukan orang yang bergelimang harta. Ia hidup dengan kesederhanaan yang
alami, namun justru dari tangan seorang pemuda yang tidak kaya itulah tumbuh
dua karya besar yang kini jadi saksi keikhlasannya.
Pertama, ia berhasil membangun
sebuah masjid tepat di depan rumahnya. Bukan masjid megah dengan marmer mahal, tapi rumah ibadah yang
didirikan dari tekad dan semangat gotong royong.
Masjid itu lahir dari keyakinannya bahwa
masyarakat membutuhkan ruang untuk beribadah, belajar, dan berkumpul. Dari
tempat kecil itulah aktivitas religius kian hidup, dan Patmo turut menjadi
bagian penting di dalamnya.
Tak hanya di
masjid, di
langgar kecil miliknya ia juga jadi guru ngaji bagi anak-anak sekitar.
Ia mengajar dengan kesabaran yang khas, seolah segala beban hidupnya luruh
ketika berhadapan dengan anak-anak yang mengeja huruf demi huruf Al-Qur’an.
Bagi Patmo, mengajar bukan mencari
penghasilan tambahan; melainkan bentuk cinta dan amal jariyah yang ingin ia
tinggalkan.
Karya besarnya yang kedua adalah
berdirinya lembaga pendidikan TK dan MI yang tidak jauh dari rumahnya. Bagi seorang pemuda seusianya, apa yang ia lakukan
bukan hanya langkah maju, tapi lompatan besar.
Ia membangun institusi yang kelak tidak hanya
mencerdaskan generasi kecil, tapi juga memakmurkan masyarakatnya sendiri.
Banyak orang yang memiliki gagasan, tetapi
tidak banyak yang berani mewujudkannya. Patmo termasuk sedikit yang mampu
mengubah niat jadi kenyataan.
Kepergian yang Menggoreskan Luka Kolektif
Tapi usia tidak
selalu sejalan dengan panjangnya pengabdian. Pada Kamis, 11 Desember 2025,
menjelang Magrib, Patmo menghembuskan napas terakhirnya ketika hendak berobat
ke salah satu dokter spesialis di Pamekasan.
Usianya masih muda, semangatnya masih
menyala, dan mimpinya masih panjang. Kabar ini menyentak banyak orang, terutama
mereka yang mengenal ketulusannya.
Kepergiannya
bukan hanya kehilangan bagi keluarga, tetapi juga kehilangan bagi dunia
pendidikan, dunia pengabdian sosial, serta para ulama dan masyarakat yang
mengenal baik hatinya.
Warisan yang Tak Lekang oleh Waktu
Sebagian orang meninggalkan dunia dengan tangan kosong. Tapi Patmo pergi dengan membawa amal, karya, dan cinta masyarakat. Masjid yang dibangunnya akan terus mengumandangkan azan.
Langgar kecilnya akan terus melahirkan anak-anak yang
mampu membaca Al-Qur’an. TK dan MI yang dirintisnya akan terus mendidik
generasi masa depan. Dan semua itu akan terus mengalir sebagai pahala tanpa
putus bagi dirinya.
Dalam kesedihan
ini, kita perlu ingat satu hal: Patmo telah menanam benih kebaikan yang lebih
besar daripada usianya.
Selamat jalan, Patmo!...
Semoga karya besarmu jadi risalah yang menerangi perjalananmu menuju surga, dan
semoga jejak kakimu jadi inspirasi bagi generasi muda Pasongsongan dan Madura
pada umumnya. [sh]

Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.