Kenangan Indah Bersama Almarhum Patmo, S.Pd yang Sulit Dilupakan
Sejak muda, Patmo adalah pribadi yang selalu
membawa cahaya dalam lingkar pergaulan. Ia mampu membuat suasana paling hening jadi
riang, bahkan tanpa usaha apa pun selain hadir dengan senyumnya yang khas.
Sikapnya ringan, tak pernah keberatan membantu siapa pun yang membutuhkan.
Barangkali itulah sebabnya banyak orang merasa kehilangan: karena Patmo bukan
hanya hadir di hidup mereka, ia juga menghidupkan mereka.
Multitalenta
Keceriaannya berjalan beriringan dengan bakatnya yang luar biasa dalam
berkesenian. Di masa sekolah menengah atas, ia kerap mengikuti lomba karaoke
dangdut yang diselenggarakan Radio Karimata di Pamekasan. Suaranya tidak hanya
merdu, tapi juga memancarkan gairah yang tulus pada seni. Musik, baginya,
seperti bahasa kedua yang membuatnya menyatu dengan dunia.
Namun bakat Patmo tidak berhenti di sana. Ia tumbuh jadi seorang pendidik
muda yang kreatif dan inovatif, sosok guru yang tidak hanya mengajar, tetapi
juga “menggerakkan”.
Tidak heran saat ia dipercaya IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia) Kecamatan Pasongsongan mengikuti lomba mendongeng dalam rangka Hari Jadi Kabupaten Sumenep ke-756 yang bertepatan dengan Hari Guru Nasional. Patmo memang punya keistimewaan: ia bisa membuat dongeng jadi hidup, dan kata-kata jadi jembatan kehangatan.
Hampir 2 Jam
Pertemuan terakhir kami berlangsung dengan begitu sederhana, tapi kini terasa begitu berarti. Pada Selasa, 11 November 2025, selepas shalat Subuh, Patmo datang ke rumah saya.
Kami menghabiskan waktu bersama (hamper 2 jam) untuk mengedit naskah dongeng Madura yang saya tulis—materi yang akan ia bawakan pada lomba mendongeng tersebut.
Saat itu tidak sedikit pun terlintas dalam pikiran saya bahwa pertemuan itu adalah penghabisan, bahwa obrolan ringan dan tawa kecil di sela-selanya akan jadi kenangan terakhir yang saya miliki bersamanya.
Selamat Jalan, Taretan!
Dan kemudian, kabar itu datang. Patmo menghembuskan napas terakhirnya pada Kamis, 11 Desember 2025, jelang Magrib. Dunia seakan berhenti sesaat. Rasanya belum cukup waktu untuk berbincang lebih banyak, tertawa lebih lama, atau sekadar duduk diam menikmati pagi seperti hari itu. Tapi Tuhan rupanya lebih mencintainya.
Kini, Patmo pergi meninggalkan kita, tapi ia tak pernah benar-benar hilang. Ia tetap hidup dalam kenangan orang-orang yang mencintainya, dalam karya-karya yang pernah ia tekuni, dalam senyum yang pernah ia bagikan tanpa pamrih.
Bagi saya pribadi, Patmo bukan hanya sahabat baik, tapi juga teladan tentang bagaimana seseorang bisa jadi cahaya bagi sesama dengan cara yang paling sederhana.
Selamat jalan, taretan Patmo! Saya bersaksi bahwa engkau orang baik. Semoga segala kebaikanmu menjadi penerang jalanmu menuju keabadian, dan semoga kami yang ditinggalkan mampu menjaga warisan kebaikan yang pernah engkau tanamkan. [sh]

Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.