Langsung ke konten utama

Macopat Madura: Eksplorasi Kekayaan Seni Tradisional Pulau Madura

Kesenian Sumenep madura: macopat madura
Muhammad Salehodin Khoir, pakar Macopat Madura yang sekarang berdomisili di Kecamatan Pasongsongan. [Foto: Yant Kaiy]

apoymadura.com  - Muhammad Salehodin Khoir, pakar Macopat Madura yang saat ini bergabung dengan komunitas Macopat Lesbumi MWC NU Pasongsongan Kabupaten Sumenep menjelaskan, bahwa pada umumnya penembang Macopat di Sumenep hanya menggunakan tembang kecil dalam setiap kali menampilkan seni pertunjukannya. Sabtu (2/9/2023). 

Kenapa tidak menggabungkan dengan tembang besar? Bukankah nanti dalam tiap pagelarannya akan lebih menarik bagi para penggemarnya? 

"Tentu itu pertanyaannya. Karena tembang besar biasanya ada beberapa tingkat kesulitan dalam melantunkannya," jelas Salehodin Khoir.

Ia menyebutkan delapan tembang Macopat Madura yang biasa dilantunkan. Diantaranya: Tembang Dandanggula, Kasmaran, Sinom, Pangkur, Kinanthi, Mijil, Selangit, dan Durma. 

Mengenal Macopat Madura

Pulau Madura, yang terletak di sebelah utara Jawa, merupakan salah satu bagian penting dari keberagaman budaya Indonesia. 

Di tengah-tengah budayanya yang kaya, terdapat seni tradisional yang sangat menarik yang dikenal sebagai Macopat Madura. 

Dalam tulisan kali ini, kita akan menjelajahi aspek-aspek utama dari Macopat Madura, mulai dari sejarahnya hingga peran pentingnya dalam menjaga warisan budaya Madura.

Sejarah Macopat Madura

Macopat Madura adalah sebuah bentuk seni tradisional yang menggabungkan nyanyian (penembang), penerjemah (tokang tegges: bahasa Madura), dan permainan suling.

Seni ini memiliki akar yang kuat dalam sejarah Madura dan telah ada selama berabad-abad. 

Beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa Macopat Madura berasal dari pengaruh Hindu-Budha yang berkembang di Pulau Madura sebelum penyebaran agama Islam. 

Namun, seiring berjalannya waktu, seni ini mengalami transformasi dan pengaruh Islam yang kuat, menciptakan bentuknya yang sekarang.

Karakteristik Macopat Madura

Macopat Madura memiliki beberapa karakteristik khas yang membedakannya dari seni tradisional lainnya:

Tembang-Tembang Madura: Macopat Madura umumnya mengandalkan tembang-tembang khusus yang diwariskan secara turun temurun. Tembang-tembang seperti Dandanggula, Kasmaran, Sinom, Pangkur, Kinanti, Mijil, Selangit, dan Durmah menjadi inti dari repertoarnya.

Penggunaan Bahasa Madura: Seni ini sering menggunakan bahasa Madura dalam menerjemahkannya, yang memperkuat identitas budaya pulau ini.

Penggunaan Bahasa Jawa: Dalam pertunjukan Macopat Madura, para penembang menggunakan bahasa Jawa dalam melantunkan nyanyiannya yang diiringi tiupan suling. 

Pertunjukan Bersifat Kolaboratif: Pertunjukan Macopat Madura melibatkan banyak orang, termasuk penyanyi (penembang), penerjemah, dan pemain musik. 

Secara bergantian/bergiliran penembang melantunkan nyanyiannya. Sementara penerjemah tidak diganti karena alur cerita/kisah dalam Macopat Madura dikhawatirkan tidak tegak lurus dari apa yang dikisahkan. 

Ini menciptakan pengalaman pertunjukan yang penuh semangat kebersamaan dan kekeluargaan. 

Peran Budaya Macopat Madura

Macopat Madura bukan hanya seni pertunjukan biasa; ini juga merupakan penjaga warisan budaya Pulau Madura. 

Seni ini membantu menjaga dan merayakan sejarah, tradisi, dan nilai-nilai budaya masyarakat Madura. 

Selain itu, Macopat Madura juga berperan dalam membentuk identitas budaya Madura yang unik dan mempromosikan kesatuan di antara penduduk pulau ini.

Masa Depan Macopat Madura

Meskipun Macopat Madura tetap hidup dan kuat dalam budaya Madura, tantangan modernisasi dan globalisasi tidak bisa diabaikan. 

Penting bagi generasi muda Madura untuk tetap terlibat dalam pelestarian dan pengembangan seni ini agar Macopat Madura tetap berkembang dan relevan di masa depan.

Tembang Macopat

Berikut beberapa contoh tembang Macopat dalam tradisi seni Madura:

1. Tembang Kinanthi: Tembang ini sering digunakan untuk menggambarkan tema asmara dan cinta.

2. Tembang Sinom: Biasanya digunakan untuk menceritakan kebahagiaan dalam hubungan asmara dan kecantikan alam.

3. Tembang Pocung: Tembang ini umumnya mengungkapkan perasaan kehilangan, kesepian, atau kerinduan.

4. Tembang Dandanggula: Digunakan untuk menggambarkan kebahagiaan dan kesejahteraan.

5. Tembang Durma: Biasanya berfokus pada tema-tema spiritual dan kebijaksanaan.

6. Tembang Gambuh: Digunakan untuk mengungkapkan keindahan alam dan suasana hati yang harmonis.

7. Tembang Pangkur: Biasanya menggambarkan rasa syukur dan pengabdian.

8. Tembang Mijil: Tembang ini sering digunakan untuk menyampaikan pesan moral atau pelajaran kehidupan.

Setiap jenis Macopat memiliki struktur dan pola yang khas, serta digunakan untuk mengungkapkan berbagai tema dan emosi dalam tradisi seni Madura.

Kesimpulan

Macopat Madura adalah salah satu aset budaya yang paling berharga di Pulau Madura. Dengan sejarahnya yang kaya dan karakteristiknya yang unik, seni ini terus menjadi bagian penting dalam merayakan dan memelihara warisan budaya Madura. 

Melalui upaya pelestarian dan promosi yang berkelanjutan, Macopat Madura tetap lestari dan memberikan kontribusi yang berharga bagi budaya Indonesia yang luas. [kaiy]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p