Langsung ke konten utama

Mengenal Siapa Sesungguhnya Syekh Ali Akbar Pasongsongan

Syekh Ali Akbar Pasongsongan dan Raja Sumenep ke-29, Raja Bindara Saot
Surat tanah Syekh Ali Akbar Pasongsongan dari Raja Sumenep ke-29, Raja Bindara Saot. [Foto: Yant Kaiy]

Catatan: Yant Kaiy

Selama ini memang tidak ada literatur yang mengupas tuntas tentang siapa Syekh Ali Akbar. Kendati begitu, kisah tentang keberadaannya sangat besar mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep.

Semua keturunan Syekh Ali Akbar punya beragam versi tentang kisah sosoknya. Meskipun begitu, beliau tercatat sebagai peletak dasar-dasar ajaran Islam pertama di sepanjang pesisir utara Pulau Madura.

Para ahli sejarah menggolongkan cerita tentang Syekh Ali Akbar sebagai folklor. Kerena selama ini para arkeolog belum menjamah situs peninggalan Syekh Ali Akbar. Seperti surat tanah yang diberikan Raja Bindara Saot kepada beliau.

Surat tanah itu sebagai hadiah Raja Bindara Saot kepada Syekh Ali Akbar karena jasa-jasanya yang luar biasa terhadap Kerajaan Sumenep. Tanah yang dimaksud berlokasi di Dusun Pakotan Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep.

Syekh Ali Akbar Syamsul Arifin nama lengkapnya. Dalam tubuh Syekh Ali Akbar mengalir darah Pangeran Bukabu sebagai Raja Sumenep ke-7.


Asal Mula Nama Pasongsongan

Keberadaan cerita tentang Pasongsongan erat kaitannya dengan Syekh Ali Akbar. Antara beliau dan Pasongsongan ibarat satu mata uang logam, dua sisinya berbeda tetapi tetap satu. Karena Syekh Ali Akbar nama Pasongsongan ada.

Berawal dengan hadirnya Raja-raja Sumenep ke pelabuhan pantai dimana Syekh Ali Akbar tinggal. maka tercetuslah nama daerah itu menjadi Pasongsongan.

Bindara Saot adalah seorang raja adil bijaksana yang merupakan keponakan Syekh Ali akbar. Bindara Saot memerintah Sumenep pada 1750 sampai 1762 dan termasuk Raja Sumenep ke-29.

Kedekatan Syekh Ali Akbar dengan Bindara Saot dilatar belakangi oleh kesetiaan Syekh Ali Akbar sebagai rakyat kepada rajanya (pemimpin). Ditambah lagi dengan adanya pertalian darah pada keduannya.

Semboyan: Bepa Bepu’ ghuru ratoh sudah tertanam dan mengakar kuat di dada Syekh Ali Akbar sejak usia dini. Maksud dari semboyan ini, untuk menjadi manusia berbudi luhur, ia harus taat kepada Bepa (bapak) bepu (ibu) ghuru (guru) ratoh (raja). Apalagi Syekh Ali Akbar sering mendapat kepercayaan dari Bindara Saot untuk membantu mengusir penjajah Belanda dari bumi Madura, khususnya Sumenep.

Sosok Syekh Ali Akbar tergolong orang ahli ibadah dan Suhud. Beliau tidak pernah mengharapkan kedudukan apapun dari buah perjuangannya. Ikhtiarnya semata-mata sebagai bentuk ketakwaannya terhadap Allah Yang Maha Pengampun.

Beliau juga tidak pernah punya niat untuk memperoleh pangkat atau gelar dari sesamanya. Bersih hatinya dari prasangka buruk terhadap sesama, apalagi terhadap kehendak Sang Pencipta. Lantaran takdir sudah menjadi ketetapan mutlak.

Beliau juga tidak punya hasrat untuk memperoleh sanjungan. Karena apa yang dilakukannya hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.

Syekh Ali Akbar adalah orang yang lurus, istiqomah, dan amanah. Tiap waktu beliau selalu merasa bersama Sang Khalik dalam suka maupun duka. Hatinya tak pernah berpaling sedetik pun terhadap kebesaran-Nya. Dia selalu merasa bersama Tuhannya tiap detak jantungnya.

Maka tak berlebihan kiranya apabila Bindara Saot muda seringkali mengunjungi Syekh Ali Akbar di kediamannya. Itu dilakukan untuk meminta petunjuk dan masukan kepada Syekh Ali Akbar agar keyakinannya bertambah kuat dalam mengarungi hidup yang penuh cobaan, rintangan dan tantangan.

Ketika Bindara Saot menjadi Raja Sumenep dan Syekh Ali Akbar sudah meninggal dunia, Bindara Saot tetap mengunjungi Pasongsongan dalam tiap kesempatan. Ia berziarah ke makam Syekh Ali Akbar.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p