Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (13)

 


Novel: Yant Kaiy

Waktu pun dihiasi usia menua, bergulir, mengalir ke selokan menaburkan bau bangsat. Semua orang kencing di sana. Tetapi aku tak mau berbuat kurang ajar terhadap kebersihan. Sebab ia adalah pangkal keimanan dari desah nafas kehidupan insan itu sendiri. Kini aku mencoba meniti yang kumuh menembus dinding angkuh, jendelanya tinggi melahap sifat gotong-royong jadi keinginan yang menang sendiri. Tiada kebebasan yang memberikan peluang. Aku menendang ruang kosong.

Aku ke luar lagi dari sisi jalan lainnya senyampang hiruk-pikuk masih terdengar. Aku seolah kembali pada dunia masa lalu, pada cahaya remang-remang, suara-suara merdu dari bibir bergincu, minyak wangi murahan tercium olehku, asap nikotin menyapu wajahku. Aku semakin dekat pada gubuk semacam warung lengkap dengan makanan dan minuman khas pedesaan.

Musik cinta mengalunkan senandung asmara; berjoget sembari tertawa menghilangkan penat, lalu sempitlah dunia yang berada dalam genggaman hatinya nan gombal serta murahan. Bajunya yang tipis membangkitkan gairah muda, gairah yang tidak lenyap serentang usia meskipun harus dibakar oleh kayu-kayu kering. Jiwa manusia mudah tergerus kepalsuan demi sebutir harga diri di mata orang lain.

Seorang pelayan menawarkan perempuan murahan miliknya. Namun aku menolaknya secara halus tanpa mengecewakan, sebab aku tak memiliki banyak uang, kecuali bekal keimananku di sudut komplek prostitusi. Tiba-tiba kembali Ibu tergambar dalam bingkai sepasang bola mataku. Bagai aku mendapatkan masa kanak-kanak kembali dalam kasihnya. Semua wanita yang ada di situ bagiku tak ubahnya Ibu yang melahirkan dan mengenalkanku pada kenyataan pahit dari sebuah perjuangannya. Dan, kini aku tak memiliki siapa-siapa lagi, kecuali tekad membaja untuk menyusuri kehidupanku yang masih tersisa.

Tetapi bukannya aku harus melepaskan warisan Ibu yang terakhir ketika beliau melawan ajalnya. Tentu tidak. Aku masih sadar bahwa secuil keimanan teramat penting sebagai sahabat dikala kalbu dirasuki nafsu iblis. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p