Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (11)



Novel: Yant Kaiy

Biarlah tuli mereka dengan realitas kepedihan sayatan sembilu diantara kemiskinan dan kesengsaraannya. Biarlah aku saja yang akan mengerti dengan semua isyarat pancaroba bercakrawala kelabu nan buram, hampir tak dapat diterjemahkan kedalam angan mikroskop elektron super canggih manapun, semasih ada serat-serat asap masa bodoh, cuek...

Aku ingin berkabar pada lazuardi yang berliuk-lampai menghitung jemari awan tipis. Tetapi aku lupa akan mantera dan segala rahasianya. Jujur, aku tak mau berlarut di sisi kebimbangan itu sendiri, aku masih membutuhkan banyak waktu. Aku masih perlu berbenah agar tak lepas dari haluan kapal hidupku begitu saja.

Diantara kesunyian aku terseok-seok mengapuri pengembaraan, sementara beban kian sarat, aku tak dapat melempar sauh ke dalam kolan tak berdasar, lantaran layar keyakinanku tak dapat terkembang. O, aku masih lupa menjahit lukanya di sepanjang tubuh ini.

Kini aku terdampar di antara kebimbangan dan keresahan tersebut. Sesekali aku terpaku menyaksikan kegembiraan mereka nan meruah tak berbatas langit, menembus mega-mega pelangi ruang gerakku. Selanjutnya jasad terkapar bersama masa lalu kelam tak terkikis oleh aktivitasku selama berjam-jam. Aku kian terhimpit. Aku membutuhkan banyak peluru asa untuk kutembakkan pada nasib dan situasi yang menyeret gerak-langkah pada noktah derita di antara dua jurang lara, memasung...

Aku sudah mencoba untuk beradaptasi namun aku tak mampu mengantisipasi derasnya malapetaka asmara terhadap sesama, aku terlalu cepat terbuai desir bujukan setan yang melemahkan urat sarafku untuk mendekatkan diri pada Tuhan, beruntunglah orang-orang yang mengusir fikiran sesatnya. (Bersambung) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p