Sungai Darah Naluri (11)
Novel: Yant Kaiy
Biarlah tuli mereka dengan realitas kepedihan sayatan sembilu diantara kemiskinan dan kesengsaraannya. Biarlah aku saja yang akan mengerti dengan semua isyarat pancaroba bercakrawala kelabu nan buram, hampir tak dapat diterjemahkan kedalam angan mikroskop elektron super canggih manapun, semasih ada serat-serat asap masa bodoh, cuek...
Aku ingin berkabar pada lazuardi yang berliuk-lampai menghitung jemari awan tipis. Tetapi aku lupa akan mantera dan segala rahasianya. Jujur, aku tak mau berlarut di sisi kebimbangan itu sendiri, aku masih membutuhkan banyak waktu. Aku masih perlu berbenah agar tak lepas dari haluan kapal hidupku begitu saja.
Diantara kesunyian aku terseok-seok mengapuri pengembaraan, sementara beban kian sarat, aku tak dapat melempar sauh ke dalam kolan tak berdasar, lantaran layar keyakinanku tak dapat terkembang. O, aku masih lupa menjahit lukanya di sepanjang tubuh ini.
Kini
aku terdampar di antara kebimbangan dan keresahan
tersebut. Sesekali aku terpaku menyaksikan kegembiraan mereka nan meruah tak berbatas
langit, menembus mega-mega pelangi ruang gerakku.
Selanjutnya jasad terkapar bersama masa lalu kelam tak terkikis oleh
aktivitasku selama berjam-jam. Aku
kian terhimpit. Aku membutuhkan banyak peluru asa untuk kutembakkan pada nasib dan
situasi yang menyeret gerak-langkah pada noktah derita di antara dua jurang
lara, memasung...
Aku sudah mencoba untuk beradaptasi namun aku tak mampu mengantisipasi derasnya malapetaka asmara terhadap sesama, aku terlalu cepat terbuai desir bujukan setan yang melemahkan urat sarafku untuk mendekatkan diri pada Tuhan, beruntunglah orang-orang yang mengusir fikiran sesatnya. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.