Sekapur Sirih Antologi Puisi “Jadah” (III)
Catatan: Yant Kaiy
Adakalanya kita harus
mengalah, namun bukan kita surut ke belakang dalam membela harga diri itu,
walau kita melawannya lewat gerakan-gerakan kalimat puitis yang disketsakan
pada dinding-dinding batu. Terkadang memang terkesan ada nuansa humor di
dalamnya. Nah, sebenarnya di situlah dunia kita, tempat di mana kita
mengekspresikan luapan emosi yang takkan lapuk termakan usia. Sewajarnya kalau
kita bangga telah menyelesaikan sesuatu yang monumental bagi perjalanan karier
kita, karena itulah satu - satunya milik kita yang semestinya terus
dipertahankan dan diperjuangkan dalam situasi dan kondisi bagaimanapun.
Tak pantas kita
mengeluh terus-terusan; takkan kita menangis bila hati tersakiti, takkan kita
mengadu pada siapa pun kecuali hanya pada semut, nyamuk dalam kamar kumuh,
kucing yang mengais sisa - sisa. Oh, Tuhan...
Kita sadar bersama,
kalau di Mesir memiliki belasan majalah sastra dan budaya. Ada majalah khusus
puisi misalnya, majalah khusus cerpen, khusus kritik seni, ada juga majalah
khusus teater. Kalau berbicara masalah pementasan teater bukan hanya dua atau
tiga hari saja, melainkan dua atau tiga bulan lebih. Di Mesir ada Menteri
Kebudayaan, bukan seperti di tanah air kita, Menteri Kebudayaan digabung dengan
Pendidikan.
Ini merupakan salah
satu faktor kita kurang leluasa berkiprah, dan kita merasa seolah terpasung
serta dibiarkan berantakan tak beraturan lagi. Begitu meruginya kita (?)
Dari suatu penelitian
di Amerika, kita dapat mengetahui, bahwa dalam suatu negeri tidak lebih dari 10
persen penduduknya yang tertarik pada dunia seni. Dari yang 10 persen itu
mungkin tidak lebih dan 5 peran yang benar-benar mencemplungi dunia seni. Jadi
betapa kecil porsi dunia seni mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat
dalam sebuah negeri. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.