Langsung ke konten utama

Wang Chu-Shien yang Selalu Diperkosa

 

Wang Chu-shien (Foto: chess.com)

Artikel Film: Yant Kaiy

Gadis cantik dengan body aduhai yang merupakan bintang Mandarin masa kini. Sosoknya cepat populer serta kini menduduki papan atas dalam dunia perfilman di Hongkong. Wang Chu-shien berasal dari Taiwan menapaki awal kariernya di kancah per-filman Hongkong. Belakangan ini,Chu-shien menolak beberapa tawaran dari produser Taiwan, hal tersebut dikarenakan banyaknya film yang akan dimainkannya.

Chu-shien baru berkecimpung sekitar enam tahun dalam dunia film. Mantan Miss Hongkong yang juga pernah meraih juara basket ketika ia duduk di bangku SMA-nya dulu, kini telah merampungkan lebih dari 30 judul film. Debutnya diawali lewat film klasik How to Choose a Royal Bride. Dalam film ini Chu-shien berperan sebagai putri bangsawan Mongolia dan menyamar menjadi seorang pemuda. Dari pengembaraannya ia berjumpa dengan seorang Kaisar Kian Liong (diperankan Erl Tung-sen) yang juga suka mengembara sambil menyamar. Akhirnya terjadilah suatu percintaan diantara keduanya. Kemudian berbuntut dengan pesta perkawinan amat meriah di istana.

Hampir kesemua film yang dibintanginya bertemakan komedi. Untuk film Chu-shien yang beredar di Indonesia dan bertemakan komedi, yaitu Diary of a Big Man, Fractured Follies, serta How to Bea Billionaire. Melalui film Law and Justice, plagiat Lipstick, Chu-shien berperan sebagai seorang gadis yang diperkosa habis-habisan oleh Willson Lin Chu-shien.

Kini untuk film terbarunya Triad Raiders, dalam film ini ia menjadi bulan-bulanan pemerkosaan secara sangat brutal oleh gembong Triad (di perankan oleh pemain antagonis Lung Fang). Pada akhir cerita film tersebut, Chu-shien dengan amat ganas membunuh si pemerkosa yang memakai cara-cara khas.

Sedangkan untuk film terbarunya yang mencetak rekor box office di Hongkong adalah The China Ghost Story, Part II, dikisahkan dalam film ini berperan sebagai peri wanita yang bercinta dengan seorang pelajar (diperankan oleh Leslie Chang Kuo-yung). Kesusksesan film ini membuat sang produser, Tshui Hark, ingin sekali melanjutkannya dengan film Part III.

Memasuki usianya yang ke 22 tahun, Chu-shien sebenarnya ingin sekali berperan sebagai seorang biduanita yang menyanyikan sendiri lagu-lagunya. Sayang, Chu-shien belum pernah diserahi tugas seperti yang diinginkannya, "Saya sangat mendambakan untuk berperan sebagai seorang biduanita, seperti Michelle Pfeiffer (dalam film The Fabulous Baker Boys), katanya, "'Tetapi peran saya justru lebih sering menjadi korban pemerkosaan," lanjut Chu-shien yang berparas cantik dan seksi ini.

Sebenarnya Chu-shien bercita-cita untuk merebut gelar aktris terbaik Mandarin lewat film-filmnya mendatang. ''Saya memilih memusatkan pada karier dulu. Untuk masalah perkawinan sebenarnya belum waktunya untuk membicarakan hal ini. Mungkin tiga atau barang empat tahun lagi, barulah saya memutuskan untuk membina bahtera keluarga yang bahagia,” ujarnya sambil tersenyum manis.

”Dan nanti, walaupun saya telah menjadi nyonya, saya masih tetap ingin berkarier dan tentunya akan sangat mengurangi jumlah film-film pertahunnya,'' lanjut Chu-shien. Chu-shien sering 'mudik' karena rasa kangen akan keluarga dan kampung halamannya, Taiwan. Dalam kepulangannya ke Taiwan, sebenarnya Chu-shien ingin melenyapkan kekalutannya dalam bermain film.

Juga, kepulangannya sebenarnya bertujuan untuk menemui pacarnya, biduan populer Chi Chin.[]

 

Diolah dari berbagai sumber

Publish: Koran Berita Yudha (1/12/1991)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p