Tak Kusadari
Tak Kusadari
Puisi: Yant Kaiy
bergetar sekujur persendianku menatap langit berawan
pertanda sebentar lagi hujan turun, setelah sejenak mengambil nafas
untuk curahkan tenaga tumbuhkan bulu-bulu bumi menghijau
lepas ingatanku, mengembara ke alam penuh kesusahan semata
tak dapat berkata apa-apa mulut ini, selaksa terkunci keinsyafan
buat apa berkokok membuang waktu kerja saja
kubiarkan benak mengaji kepalsuan tak pedulikan diri terbalut resah
lantaran begitu terkutuknya sikap mereka
sewenang-wenang, sebenarnya kudapat menghancurkannya, namun
bagaimana nanti akan keberadaan keluargaku
maka banyak mata liar menangkapku dengan titel pembangkang
musuh-musuh pun akan bermunculan di sekitar
mengancam ketentraman hidupku penuh teror mematikan
kutandu beban kami menuruni jalan bebatuan
barangkali dengan begini
kudapat menyelamatkan jiwa dari terkamannya?
tak pernah kuputuskan niat semula,
kebulatan timbul sejak dari rumah
tak mungkin kuruntuhkan seperti halnya kemunafikan mereka
lebih baik berdiam diri, tak melontarkan protes
menggelindingkan kebenaran ke sudut-sudut hati
hampir tak kusadari
atau barangkali karmalah yang menimpa pada diri ini?
aku akan tetap menerimanya dengan dua tangan terborgol
lalu terbuai seorang diri; terasingkan
kesepian menggelegak ke sekujur raga bermandi kegamangan
kemudian beling-beling kesombongan mereka berbunga kemenangan
cipratkan ke wajahku, ingin bekali buta tak ingin
melihat dunia apa katanya
apa daya menguak tabir keberingasannya keokkan lawan
padahal kutak bersalah apa-apa pada
mereka yang tergila kamenangan tanpa
harus tahu kepuasannya diperoleh dari keharaman,
dari pembantaiannya merajalela, seolah tak terbersit iba secuil pun
sebagai manusia yang ilmunya setetes air di lautan
dibanding kuasa Tuhan pencipta insan sejagad
butakah engkau, tulikah engkau, tak merasakah engkau?!
hai, manusia terkutuk, Tuhan.
Madura, 23/11/92
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.