Opini: Yant Kaiy
Mari mengingat kembali tentang apa itu “maling”.
Dalam berbagai kamus di terangkan, makna maling adalah orang
yang mengambil milik orang lain (bukan haknya) secara sembunyi-sembunyi.
Sekadar menyegarkan kembali ingatan kita tentang maling.
Perilaku maling merupakan perbuatan zalim dan digolongkan sebagai dosa besar.
Pelaku maling ganjarannya neraka. Anak-anak kita tentu sudah diajarkan akhlak
terbaik, tidak boleh mengambil barang milik orang lain.
Dalam Islam diterangkan hukuman bagi seorang maling. Allah
SWT berfirman: “Laki-laki yang mencuri
dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah:38).
Andai saja hukum ini berlaku di Indonesia, barangkali banyak
sekali orang kehilangan tangannya. Termasuk para pejabat negara, pencuri uang
milik rakyat. Negara menjadi miskin dan semakin banyak hutangnya akibat duit yang
sejatinya untuk kesejahteraan dan pembangunan serta kemakmuran bangsanya justru
dicuri. Kasihan sekali. Apalagi hukum di negeri ini tajam ke bawah, tumpul ke
atas.
Sudah mendapat gaji cukup masih jadi maling. Mereka bukan
orang tidak beragama. Mereka merupakan orang berlabel terpelajar, berpendidikan
tinggi. Tapi mereka tergoda kesenangan dunia. Para maling itu tidak takut
Tuhan, tapi takut lapar. Takut tidak kebagian.
Lebih menjijikkan lagi, para pegawai di daerah yang mengemis
uang tips. Bila ada masyarakat kecil mengurus sesuatu, biasanya akan begitu
lama kalau lewat prosedural. Tapi kalau ada uang pelicinnya langsung selesai
saat itu juga. Inilah realita di bawah.
Lebih menyedihkan, kalau ada dana bantuan bagi kaum duafa,
pemangku kebijakan masih mau menyunat uang bukan haknya. Subhanallah. Bahkan
dana bantuan bencana mereka makan bersama istri dan anaknya. Dasar mental
maling.
Semoga kita yang berpikiran waras tidak ikut-ikutan jadi
maling agar surga akhirat rindu kita.[]
Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com
Komentar
Posting Komentar