Menyingkap Manipulasi Nasab: Pandangan Kritis Kiai Said Aqil Siradj dan Kesadaran Ulama Nusantara

Islam Nusantara

Perbincangan super menarik muncul dari kanal YouTube Mahfud MD Official ketika Kiai Said Aqil Siradj, salah satu ulama besar Nahdlatul Ulama, menyampaikan pandangan tajam tapi elegan terkait asal-usul kaum habib.

Dalam perbincangan tersebut, Kiai Said menegaskan bahwa habib bukan keturunan Nabi Muhammad SAW, melainkan hasil klaim sejarah yang tidak tersambung secara valid kepada Rasulullah.

Pernyataan ini, meskipun terkesan berani, tidaklah bertentangan dengan pandangan para ulama besar Nusantara. 

Sejak masa lalu, banyak kiai dan ahli sejarah Islam di Indonesia sudah menaruh kecurigaan terhadap keabsahan silsilah yang diklaim kalangan habib bangsa Yaman. 

Para ulama terdahulu memahami bahwa kemuliaan sejati tidak lahir dari darah keturunan, melainkan dari ilmu, akhlak, dan kontribusi terhadap umat.

Kiai Said menegaskan bahwa dasar pandangannya bersumber dari catatan sejarah. Ia menyebut nama Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir, sosok yang selama ini diyakini sebagai leluhur para habib keturunan Yaman di Indonesia. 

Silsilah

Menurut penelusuran historis, silsilah Ubaidillah tidak bersambung kepada Rasulullah SAW. Bahkan disebutkan, Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir merupakan seorang gubernur Irak yang memiliki peran dalam peristiwa tragis pembunuhan Sayyidina Husein di Karbala. 

Pandangan ini memperkuat keyakinan sejumlah ulama Nusantara bahwa klaim keturunan Nabi yang dilakukan sebagian kelompok habib sesungguhnya adalah bentuk manipulasi sejarah. 

Manipulasi ini bukan sekadar soal identitas, melainkan terkait upaya sebagian pihak mencari kehormatan sosial dan posisi sejahtera melalui legitimasi spiritual. 

Dengan mengaku sebagai keturunan Rasulullah, mereka lebih mudah mendapatkan tempat istimewa di tengah masyarakat muslim yang sangat menghormati keluarga Nabi.

Kemulian

Tapi, ulama-ulama besar di Nusantara, termasuk Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Bisri Syansuri, hingga Kiai Ahmad Dahlan, tidak pernah menempatkan nasab sebagai ukuran kemuliaan seseorang. 

Bagi mereka, Islam mengajarkan prinsip kesetaraan. Firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 menegaskan bahwa “yang paling mulia di sisi Allah hanyalah yang paling bertakwa.”

Dalam konteks itu, pandangan Kiai Said Aqil justru selaras dengan semangat keislaman yang diajarkan para ulama tanah air — Islam yang rasional, egaliter, dan menolak segala bentuk privilese berbasis keturunan. 

Kritiknya terhadap manipulasi nasab bukanlah serangan terhadap individu, melainkan panggilan untuk membersihkan sejarah Islam dari distorsi yang bisa menyesatkan umat.

Di tengah masyarakat yang mudah terkagum pada gelar habib, Kiai Said mengingatkan bahwa kehormatan seseorang tidak ditentukan oleh garis keturunan, akan tetapi oleh akhlak, ilmu, dan amalnya. 

Kesetaraan

Islam menolak sistem kasta dan menegakkan kesetaraan sosial tanpa membedakan darah atau asal-usul.

Oleh karena itu, pernyataan Kiai Said seharusnya dipahami bukan sebagai kontroversi, tapi sebagai upaya meluruskan sejarah dan mengembalikan makna kemuliaan dalam Islam kepada tempatnya yang benar. 

Ia berdiri dalam garis panjang tradisi ulama Nusantara yang berani berpikir kritis dan menjaga integritas keilmuan dari pengaruh feodalisme spiritual.

Pada akhirnya, pesan Kiai Said Aqil Siradj menegaskan kembali jati diri Islam Indonesia: agama yang menghormati ilmu, menjunjung kebenaran, dan menolak segala bentuk manipulasi yang mengatasnamakan Nabi Muhammad SAW. [sh]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

KB-PAUD Sabilul Rosyad Desa Pagagan Menerima Kunjungan Asesor Akreditasi

Kekecewaan Guru Honorer Pasongsongan: Lama Mengabdi tapi Tak Lolos PPPK

PB Elang Waru Jalin Persahabatan dengan PB Indoras Sumenep

Mitos Uang Bernomer 999

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Sekolah Hebat, SDN Padangdangan 2 Gelar Program Bersase Setiap Sabtu

KH Kamilul Himam Isi Tausiah Maulid Nabi Muhammad SAW di SDN Panaongan 3 Pasongsongan

498 Guru Honorer Sumenep Gagal Terjaring PPPK, Bagaimana Nasib Mereka?