CERPEN: Kemelaratan yang Tak Pernah Lulus Seleksi
By: Suriyanto Hasyim
Debur sudah lebih dari dua puluh tahun mengajar sebagai guru honorer.
Pagi, siang, bahkan malam ia habiskan untuk mempersiapkan materi, membimbing murid, dan menghadiri rapat sekolah.
Tidak ada gaji yang layak, hanya honor seadanya.
Tapi Debur tetap bertahan, percaya bahwa pengabdian akan dibalas oleh negara.
Kenyataan berbicara lain.
Ketika seleksi PPPK datang, Debur kembali gagal.
Bukan sekali, tapi berkali-kali.
Pemerintah, seolah buta, tak melihat keriput di wajahnya yang lahir dari lelah mendidik anak bangsa.
Ironisnya, Tona, guru honorer baru empat tahun, lulus seleksi PPPK.
Bagi Debur, itu seperti pil pahit yang harus ditelan sambil menahan air mata.
Bukan karena iri, tapi karena keadilan yang diimpikannya selama ini ternyata hanyalah cerita di atas kertas.
Di meja belajarnya yang reyot, Debur menatap tumpukan buku dan catatan muridnya.
“Jika pengabdian tak dihargai, untuk apa kata ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ dipertahankan?” gumamnya. []
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.