CERPEN: Berkubang di Lumpur Kemarau
By: Suriyanto Hasyim
Debur adalah seorang suami yang penuh tanggung jawab.
Sejak awal menikah, ia berjanji pada dirinya, bahwa nafkah keluarganya harus terpenuhi dari hasil keringatnya.
Setiap bulan, begitu gaji ASN-nya cair, Debur menyerahkan semuanya kepada istrinya, Tona.
Hanya selembar uang bensin yang ia sisakan di dompet, sekadar untuk ongkosnya berangkat dan pulang kerja.
Tona sering terharu melihat kesungguhan suaminya.
Tapi belakangan ini, kegelisahan tak bisa ia sembunyikan.
Penyebabnya; anak sulung mereka diterima di perguruan tinggi, anak kedua bersiap masuk SMA, dan anak ketiga sudah waktunya masuk SMP.
Biaya yang menunggu terasa bagai gunung yang menjulang.
Malam itu, di ruang tamu sederhana, Tona menunduk sambil menahan air mata.
Debur duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya dengan hangat.
“Jangan khawatir, Ton,” ucap Debur pelan. “Selama aku masih bisa bekerja, Insya Allah anak-anak akan sekolah. Kita jalani pelan-pelan, rezeki akan datang dengan jalannya.”
Tona mengangguk, walau dadanya masih sesak.
Baginya, Debur bukan hanya suami, melainkan sandaran hidup.
Ia yakin, dengan kerja keras dan doa, badai kebutuhan besar itu bisa mereka atasi bersama. []
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.