Ketika Ijazah Jokowi Jadi Konsumsi Murah Media dan Medsos
Di tengah hiruk-pikuk perayaan demokrasi dan evaluasi kinerja para pemimpin, publik kembali disuguhi isu lama yang terus digoreng: Dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
Anehnya, meski perkara ini sudah berkali-kali dibantah secara resmi, tetap saja media massa, baik cetak maupun elektronik, tampak gemar memberinya panggung.
Lebih ironis lagi, bukan hanya para pengamat atau "ahli hukum" yang ikut bersuara, tapi juga anak-anak usia SMP dan SMA yang dengan lantang ikut mengecam di media sosial.
Dalam banyak unggahan, mereka melempar tudingan seolah menjadi jaksa digital, tanpa data maupun pemahaman hukum yang layak.
Fenomena ini mengungkap dua hal: Pertama, rendahnya literasi media di masyarakat, termasuk generasi muda; dan kedua, betapa infotainment politik telah merasuki ruang-ruang edukasi publik.
Isu krusial seperti keabsahan ijazah mantan seorang kepala negara seharusnya tidak diseret jadi komoditas viral atau bahan lelucon TikTok.
Jika terus dibiarkan, ini bukan hanya soal menyerang pribadi Jokowi, melainkan juga pelecehan terhadap institusi pendidikan, hukum, dan akal sehat.
Saat anak-anak remaja sudah belajar mencaci daripada mengkaji, kita patut bertanya: Siapa sebenarnya yang gagal mendidik mereka?
Sudah waktunya publik — termasuk media — kembali membedakan antara kritik dan fitnah, antara informasi dan sensasi.
Karena masa depan bangsa tidak akan pernah tumbuh dari kebisingan yang dibangun di atas kabar burung. ©sh
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.