Kenapa Korupsi di Indonesia Merajalela?
Sejak lengsernya Presiden Soeharto pada 1998, Indonesia telah menjalani transisi demokrasi.
Tapi ironi besar menyertainya: Korupsi justru makin merajalela.
Alih-alih menurun, praktik rasuah seolah menemukan panggung baru dalam sistem pemerintahan. Anehnya, wacana tentang hukuman mati bagi koruptor hanya jadi komoditas politik musiman—nyaring saat pemilu, lalu lenyap ditelan kepentingan.
Salah satu faktor l kenapa korupsi tak pernah bisa diberantas tuntas adalah lemahnya komitmen politik dari lembaga legislatif.
DPR yang sejatinya memiliki kewenangan untuk membuat undang-undang pemberantasan korupsi yang tegas, justru terlihat tak berdaya.
Bahkan, sebagian masyarakat menaruh curiga: Jangan-jangan DPR itu sendiri adalah tempat nyaman bersarangnya para koruptor.
Bagaimana mungkin mereka serius menghukum dirinya sendiri?
Program untuk memiskinkan keluarga koruptor juga hanya jadi wacana kosong.
Tak pernah ada regulasi tegas yang benar-benar menjerat aset para koruptor hingga ke akar-akarnya.
Padahal, pemiskinan koruptor bisa jadi efek jera yang jauh lebih menyakitkan ketimbang sekadar penjara.
Lihatlah Cina! Negara ini memiliki ketegasan luar biasa dalam menindak para pelaku korupsi.
Pemerintah Cina tegas menjatuhkan hukuman mati bagi pejabat yang terbukti merugikan negara.
Bukan hanya slogan, hukuman itu benar-benar dieksekusi. Hasilnya? Korupsi di Cina tidak serta-merta hilang, tapi jauh lebih terkendali. [sh]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.