Kehadiran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) berstatus PPPK di Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Sumenep ternyata bukan hanya kabar baik.
Di balik seremonial pengangkatan mereka, ada keresahan yang perlahan menggerogoti para guru honorer PAI yang telah lama mengabdi di sekolah-sekolah pelosok.
Bagaimana tidak? Demi memenuhi beban wajib 24 jam mengajar yang ditetapkan oleh regulasi, guru PAI PPPK harus mengajar sesuai aturan main.
Akibatnya, guru honorer yang selama ini mengisi kekosongan justru harus mundur, bahkan terpaksa bergeser menjadi guru kelas atau mata pelajaran lain yang bukan keahlian mereka.
Ini bukan sekadar persoalan administrasi. Ini soal rasa keadilan.
Guru honorer PAI yang telah bertahun-tahun menjadi tumpuan pendidikan agama anak-anak negeri, kini dipinggirkan demi aturan angka.
Sementara guru PPPK terpaksa “digenjot” jam mengajarnya agar tak kehilangan tunjangan.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah sistem kita sedang membela kesejahteraan guru, atau justru sedang menciptakan persaingan tak sehat di antara sesama tenaga pendidik?
Kalau regulasi hadir hanya dengan hitung-hitungan jam dan tunjangan, lalu siapa yang memikirkan dampaknya bagi mereka yang digeser secara perlahan tapi pasti? [Surya]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.