Guru Honorer R4: Mengabdi Puluhan Tahun, Digaji ala Kuli Panggul
Di negeri yang katanya menjunjung tinggi pendidikan, ironi justru bersembunyi di balik papan tulis dan kapur putih.
Lihatlah guru-guru honorer kategori R4: Mereka adalah sosok yang selama puluhan tahun mencerdaskan anak bangsa, tapi ironisnya, justru tidak diakui oleh negara.
R4 adalah mereka yang tak masuk database Badan Kepegawaian Negara (BKN). Alias tak terdaftar.
Mereka bukan tenaga siluman, bukan pula pegawai fiktif.
Mereka nyata, berdiri tiap pagi di depan kelas, mengajar anak-anak Indonesia, bahkan ketika gaji mereka lebih kecil dari uang jajan siswa.
Bahkan banyak digaji lebih rendah dari tukang parkir atau kuli panggul. Lalu kita bertanya: Dimana keadilan?
Bukankah Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 jelas menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara?
Bahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin; mengatur kewajiban negara untuk menjamin kehidupan layak.
Kalau guru honorer R4 tak layak disebut fakir miskin, entah siapa lagi yang lebih berhak.
Pengabdian mereka hanya dibayar dengan janji manis dan penghargaan seremonial tanpa kepastian status.
Lucunya, ketika negara menyusun skema PPPK atau paruh waktu, guru R4 hanya jadi "opsi daerah"—boleh diangkat, boleh tidak, tergantung anggaran dan niat kepala daerah.
Ini seperti orang tua yang mengaku menyayangi anak, tapi menelantarkannya karena sibuk urus anak tiri.
Sudah saatnya kita berhenti memperlakukan guru honorer R4 sebagai warga kelas dua.
Kalau kita tak bisa menggaji mereka layak, minimal akui keberadaan dan dedikasinya secara resmi.
Jangan biarkan mereka pensiun dalam sunyi, tanpa status, dan tanpa penghargaan.
Kalau negara tega membiarkan para pendidik ini hidup dalam ketidakpastian, maka jangan heran jika kelak murid-murid mereka tumbuh dengan ketidakpercayaan pada sistem. [Surya]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.