Dilema Honorer R4 di Sumenep: Tersisih di Tengah Janji dan Kode-kode Ilusi
Guru honorer berkode R4 di Kabupaten Sumenep kini menghadapi dilema yang semakin pelik.
Mereka adalah para pengabdi pendidikan selama bertahun-tahun mengajar, mengisi kekosongan tenaga pendidik, dan menjadi tulang punggung operasional sekolah.
Tapi ironisnya, meski jasanya besar, mereka tidak memiliki rekam jejak resmi di Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Akibatnya, ketika pemerintah menggenjot penyelesaian status honorer lewat Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023, para R4 malah tercecer di belakang.
UU ASN 2023 memang menyatakan bahwa penyelesaian tenaga honorer akan diprioritaskan, tapi hanya bagi yang terdata secara resmi.
Maka, honorer R4 seperti "anak tiri" yang tak diakui.
Mereka terjebak di antara janji-janji normatif dan realitas administratif.
Pemerintah pun tampak belum menemukan solusi adil dan menyeluruh.
Alih-alih menyelesaikan akar masalah, justru istilah-istilah baru bermunculan yang membingungkan: "akan dituntaskan", "diberi afirmasi", "berpeluang ikut PPPK", "dapat kode R4", hingga yang terbaru: "peserta tes akan diberi NIK PPPK".
Gelombang protes dari guru honorer pun terus bergulir. Tapi, respon dari pemerintah daerah maupun pusat seakan cenderung lempar bola.
Bahkan, penyelesaian nasib R4 bergantung pada “jika daerah mengusulkan dan mampu menggaji”, sebuah pernyataan yang kian memperlebar jurang ketidakpastian.
Dilema R4 di Sumenep adalah cermin dari betapa rumitnya birokrasi pengangkatan tenaga honorer di negeri ini.
Ini bukan sekadar soal kode dan data, tapi soal pengakuan dan keadilan bagi mereka yang telah mengabdi dalam senyap.
Pemerintah tak bisa terus bermain kata dan kode, karena di balik itu ada ribuan nasib yang dipertaruhkan. [Surya]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.