Lonjakan Perceraian yang Diajukan Istri di Sumenepš„ Krisis Ekonomi atau Pergeseran Kesadaran Gender❓
Pengadilan Agama (PA) Sumenep, Madura, mencatat fenomena menarik dalam lima bulan pertama di 2025: lonjakan perkara perceraian yang diajukan istri.
Dari 810 kasus yang terdaftar, 525 di antaranya merupakan cerai gugat (gugatan dari istri), sementara hanya 285 berasal dari suami (cerai talak).
Ketua PA Sumenep, Moh. Jatim, menyatakan bahwa tren ini tidak hanya terjadi di Madura, tapi juga di berbagai kota lain di Indonesia.
Pertanyaannya: Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini sekadar dampak krisis ekonomi, atau ada perubahan kesadaran hukum dan gender di kalangan perempuan?
Berdasarkan analisis PA Sumenep, faktor ekonomi masih menjadi alasan utama perceraian.
Banyak istri menggugat cerai karena suami tidak mampu memenuhi nafkah keluarga atau memberikan nafkah yang tidak mencukupi.
Tapi, jika ditelisik lebih dalam, masalahnya mungkin lebih kompleks.
Di masa lalu, istri cenderung bertahan dalam pernikahan yang tidak seimbang karena tekanan sosial, ketergantungan finansial, atau stigma negatif terhadap janda cerai.
Kini, dengan makin terbukanya akses informasi dan dukungan hukum, perempuan mungkin lebih berani mengambil langkah untuk keluar dari pernikahan yang tidak membahagiakan.
Pertanyaannya: Apakah pemerintah dan lembaga sosial sudah memberikan pendampingan yang memadai bagi keluarga rentan pecah?
Apa pendapat Anda? Apakah ini tanda kemajuan kesetaraan gender atau justru kegagalan sistem dalam melindungi keluarga? [Surya]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.