Suka Duka Pangadek di Sumenep

Catatan: Yant Kaiy

Menyatukan dua insan berlainan jenis ke pintu gerbang pernikahan merupakan amal ibadah yang pahalanya sangat tinggi di mata Tuhan. Biasanya butuh seseorang untuk menyampaikan maksud baik tersebut. Pihak keluarga pria menunjuk seorang tokoh terpercaya dan memiliki kapasitas jadi perantara.

Orang yang jadi perantara/mediator tersebut oleh warga masyarakat Sumenep Madura disebut pangade’. Orang inilah yang merancang agar keluarga pihak si gadis tertarik kepada lelaki dimaksud.

Setelah kedua belah pihak mau sama mau, biasanya pihak keluarga pria langsung melamarnya. Pihak pria membawa beraneka kue dan seserahan lainnya. Ini dimaksudkan memberitahukan ke khalayak ramai, bahwa keduanya telah diikat oleh sebuah janji suci. Sebuah ikatan pertunangan.

Memang tidak semua bisa bersatu di pelaminan. Kadang kandas di tengah jalan. Entah itu karena adanya fitnah atau kedua belah pihak melihat salah satu dari mereka diketahui dekat dengan seseorang.

Biasanya salah satu pihak menyampaikan keberatan ke pangade’ untuk digugurkan pertunangannya. Ini membuktikan, di fase ini sangat rawan masalah bagi seseorang yang telah diikat pertunangan. Rawan diterpa fitnah. Rentan oleh cerita buruk tentang calon pasangannya.

Disini kehadiran pangade’ teramat dibutuhkan. Menetraslisir suasana tidak kondusif supaya ikatan pertunangan tetap terjalin mesra.

Beban Pangade’

entar ka Sema’an terros ka Luk-Guluk

jejen kar takar rassana sedde’

mon dhika nyaman alu’ gellu’

tape mon dhika atokar katempoan ka pangade’

Ini adalah pantun Madura yang sering dikidungkan oleh sinden tentang suka-duka menjadi pangade’. Meskipun ia menjadi orang terhormat, tapi acapkali dia disepelekan oleh sebagian orang. Ia dipandang rendah tatkala calon bukan dari kalangan yang dimaksud.

Menjadi pangade’ punya beban moral sangat luar biasa. Ia sering menjadi curahan hati bagi kedua belah pihak. Bahkan saat keduanya menyatu dalam ikatan perkawinan, pangade’ acapkali jadi tumpuan pengaduan ketika bahtera rumah tangga diterjang badai. Kendati tugas mulia pangade’ sebenarnya berakhir tatkala keduanya sudah menyatu di pelaminan.

Dulu di kampung saya, Pasongsongan Sumenep ada yang menjadikan pangade’ sebagai mata pencaharian. Kok bisa? Karena pangade’ harus beli bensin, rokok, dan makanan ketika ia bergerilya mencarikan pasangan yang sesuai pesanan.

Ia terang-terangan meminta uang sebagai bekal dikala pencarian pasangan sesuai kriteria. Memang tidak semua kriteria itu jadi syarat mutlak, tapi paling tidak mendekati. Pangade’ umumnya tidak menerangkan sisi negatif dari calon yang ditawarkan. Justru ia menjelaskan nilai lebih dari seorang calon yang ditawarkan.[]

- Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mitos Uang Bernomer 999

Penampilan Peserta Didik dari Pelosok Desa Pasongsongan Makin Membaik

Persiapan Lomba Karnaval SDN Pasongsongan 1 dalam Semarak HUT Kemerdekaan RI ke-80

Lomba Gerak Jalan Pelajar di Pasongsongan Berlangsung Semarak

Lomba Baca Puisi Antar Pelajar di Pasongsongan Berlangsung Meriah

Nama-nama Finalis Peserta Lomba Seni Tingkat Kecamatan Pasongsongan

KKKS Pasongsongan dan BKPSDM Sumenep Gelar Validasi Data Non ASN Pelamar PPPK Tahap II

Semifinal Lomba Baca Puisi Semarak HUT RI ke-80 Berlangsung Seru

Dua Murid SDN Padangdangan 1 Raih Juara Lomba Seni Tingkat Kecamatan Pasongsongan

Puskesmas Pasongsongan Gencarkan Imunisasi Campak di SDN Sodara 2