Mantenan Adat Madura dan Idul Adha
Catatan: Yant Kaiy
Mantenan
adalah acara perkawinan. Orang Madura menyebut karjah. Inti acaranya sama, cuma kemasannya berbeda. Masing-masing
daerah berlainan cara merayakannya. Ada yang sederhana namun bermakna. Ada pula
yang rumit karena kebiasaan atau tuntutan budaya masyarakat disitu. Hingga
resepsi pernikahan kaum borjuis di gedung-gedung mewah.
Kebanyakan
masyarakat di pelosok desa, mereka tetap berpatokan pada soal tradisi turun-temurun
yang wajib dilaksanakan dalam tiap acara mantenan, kalau tidak kedua mempelai
akan mendapat kualat. Seringkali anggaran melampaui batas kemampuan tuan rumah,
akibatnya banyak barang berharga tergadaikan untuk menambal hutang. Hal ini semua
menjadi sebuah proses cukup panjang dan melelahkan.
Memang
setiap perayaan apa pun pasti membutuhkan dana. Besar tidak bergantung
banyaknya undangan serta selera masing-masing.
Anda
bisa bayangkan, acara mantenan di kampung saya, Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten
Sumenep rata-rata berkisar ratusan juta rupiah. Ini tergolong perkawinan dari
keluarga sederhana. Sementara pendapatan penduduk warga per tahun kalau
diakumulasi tidak sampai Rp 50 juta. Nah, kekurangan inilah yang jadi persoalan
pelik dikemudian hari.
Idul Adha 2023 terjajah
Keluarga
kecil saya dibuat hampir bertengkar sepulang sholat Idul Adha. Ceritanya
begini. Ketika istri hendak mengenakan busana yang dibelinya bulan lalu, tanpa
diketahui tikus melubangi kain bajunya. Sontak ia marah besar. Saya menyuruh
pakai busana muslim lainnya. Ia menolak karena sudah acapkali dipakai
keundangan.
Sigap
ia mempermak busana favoritnya sembari ngomel. Mafhum. Sudah setengah bulan
waktu kami terjajah oleh acara terjadwal mantenan ini. Acara pribadi kami dinomorduakan
demi kerukunan hidup bertetangga.
Hari
ini ada tiga acara pernikahan di kampung kami. Pagi tetangga kami. Siang
sebelah barat kampung. Malam naik mobil rombongan ke lain kecamatan. Tampaknya
ini hari cukup baik untuk melangsungkan pernikahan. Mungkin.
Sebelumnya,
istri dipercaya empunya hajat belanja kebutuhan dapur bersama dua temannya.
Siang-malam hingga pukul 21.00 WIB baru pulang rumah. Saya tak mengusiknya. Sekali
rebah langsung lelap. Saya menatapnya kasihan sembari menelan ludah.
Pagi
ini, sebagai bagian dari keluarga besar, kami memberi angpao lebih banyak dari
undangan biasa. Sudah bekerja banting tulang saban hari di rumahnya, dihari H
kami juga bertindak sebagai panitia melayani para tamu undangan.
Kami
pun melangkah hati-hati menuju acara mantenan. Gemuruh sound system penuhi
ruang telinga. Kami menuju tempat dimana kami harus terlihat paling rajin
membantu si empunya hajat. Itu baru mantap!
Dalam
hati kecil, saya kelak tidak akan meniru mereka. Jika kami punya acara
mantenan, semua undangan digratiskan. Tinggal duduk, bercengkerama, makan, lalu
pulang bawa bingkisan…[]
- Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.