Cerpen: Debar
Sangat ingin Luna melampiaskan cintanya pada Debur.
Debar jantungnya acapkali meledak ketika matanya bersirobok. Selebihnya Luna
hanya tersenyum seolah tak terjadi apa-apa. Lalu terdengar sapa seperti biasanya.
Sekadar basa-basi. Menetralisir suasana hati kian tak menentu.
“Sudah tadi?”
“Baru saja,” pintas Debur sembari menyibukkan diri
dengan tugasnya sebagai karyawan apotek.
Sikap Debur yang kaku tak menyurutkan rasa kasmaran
Luna. Gadis berkulit putih itu masih belum menemukan ide; bagaimana bisa
melumpuhkan cinta pria idamannya. Tipe Luna sendiri agak tertutup. Bukan
apa-apa, karena ia pernah trauma ketika sikap terbukanya dimanfaatkan orang
lain. Dulu, kekasihnya direbut teman sekolahnya. Kecewa berat. Sakit hati
jadinya. Ia tak ingin mengulanginya lagi. Biarlah rahasia hati itu menggantung
di langit biru.
Luna gadis bermata sipit. Peranakan Cina muslim. Ia
adalah owner apotek tempat dimana Debur bekerja.
“Aku ingin mengundangmu nanti malam!” pinta Luna
ketika Debur hendak pulang.
“Nanti malam?”
“Ya.”
“Dimana?”
“Di rumah.”
Debur menatap wajah Luna. Ada perasaan tak percaya
berbaur resah menggunung.
“Kau punya acara ya?”
“Ti… tidak.”
“Lalu?”
“Hanya kaget saja,” jawab Debur sekenanya.
Luna tersenyum penuh makna. Debur langsung berlalu.
Segudang tanya mengiring langkahnya.
Gerangan apakah kemauan atasannya. Sebab baru kali ini Debur mendapat
undangan makan malam.
Senja berganti malam.
Debur mengenakan busana terbaik menuju rumah Luna. Ia
disambut baik dengan kedua orang tua Luna. Sehabis makan malam bersama keluarga
besar Luna, mereka berdua menuju taman yang ada di samping rumahnya.
Perbincangan dua sejoli awalnya berlangsung hambar.
Sengaja Debur memosisikan dirinya sebagai bawahan Luna. Namun ketika Gadis
berambut lurus itu mulai menanyakan tentang masalah cinta, Debur bergeming.
Dan ketika tangan Luna mendarat di jemari Debur. Pria
perkasa tersebut agak ragu sikapnya. Pandangan mata Luna menanti reaksinya.
“Aku menyukaimu! Aku butuh jawabanmu. Aku tak mau
terbakar api asmara sendirian. Kalaupun kau…”
Debur menatapnya dalam. Ia tak bisa berkata apa-apa.
Hatinya bergemuruh, antara mimpi dan kenyataan. Debur hanya bisa menganggukkan
kepala. Tanpa ragu lagi Luna menyandarkan kepalanya di dada Debur.[]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.