Langsung ke konten utama

Perlu Dicoba, Ini Cara Agar Kades Terpilih Lagi

Catatan: Yant Kaiy

Berkompetisi di sirkuit Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) barangkali lebih sengit. Ekstra menegangkan. Lebih membutuhkan kesiapan mental mumpuni. Yakni mental baja. Apalagi Pilkades di desa pedalaman dan terbelakang. So lebih mencekam.

Tambah berat lagi kalau warga masyarakatnya berwawasan sempit. Ini jelas membutuhkan energi ekstra. Diperlukan amunisi dahsyat agar tidak seperti kayu bakar. Lazimnya jadi abu setelah proses penggunaan.

Ditelisik sisi keuntungan finansial, gaji seorang Kades hanya ratusan juta rupiah selama 5 tahun menjabat. Padahal dana ketika mencalonkan diri bagi seorang Cakades bisa lebih 1 milyar. Boleh Anda kalkulasi. Biaya konsumsi, akomodasi, bahkan soal angpao bagi warga agar memilihnya. Hal itu tak bisa terelakkan selama masa pencalonan. Biasanya banyak warga datang setiap harinya. Disitu makan, kopi dan rokok serta camilan disediakan sang Cakades.

Setelah terpilih, si Kades berpesta. Adakan acara makan bersama. Sebagai wujud syukur. Lagi-lagi ia menggelontorkan duit. Tentu tidak sedikit. Ini sebuah tradisi yang telah membudaya hingga saat sekarang.

Bukan untung didapat sang Kades, tapi justru buntung. Menyedihkan…

Setelah jadi Kades banyak tugas yang mesti diselesaikan di Balai Desa. Pekerjaan administrasi jadi santapan tiap hari. Rapat, sosialisasi program pemerintah beraneka warna. Undangan kedinasan menyertai lingkup kerjanya. Dinamika ini terus menggelinding hingga purna tugas.

Pulang ke rumah, banyak tamu datang dengan segudang persoalan. Bahkan, Kades terjaga tengah malam karena ada salah satu warganya terlibat kasus. Kades pun turun tangan. Terlibat langsung menyelesaikan permasalahan warganya. Kadang Kades jadi tumpuan kekecewaan warganya lantaran keinginannya tidak terpenuhi.

Ilustrasi ini nyata. Tugas dan tanggung jawab seorang Kades sangatlah berat. Tak dapat dipungkiri. Plus persoalan rumah tangganya yang juga membutuhkan atensi. Sebab harmonisasi keluarga cukup urgen adanya.

Sementara garansi pensiun nihil. Ia akan jatuh tersungkur jika tidak punya lahan bisnis. Penopang kesejahteraan anak-istrinya. Maka sebelum nasib jelek itu menimpanya, alangkah baiknya sang Kades mempersiapkan diri. Sedia payung sebelum hujan.

Kades dituntut cerdas, cerdik, dan bijak mengatasi problema privasinya. Kalau tidak ia akan tergilas keangkuhannya sendiri. Sebab jabatan itu sementara. Orang bijak mengatakan; tak ada yang pantas dibanggakan dalam soal jabatan. Di atas langit masih ada langit.

Nah, ketika ada animo untuk berkompetisi lagi di ajang Pilkades, semestinya sang Kades mulai menebar kebaikan bagi warganya. Misalnya mengupayakan sarana jalan untuk diperbaiki kalau rusak. Kalau masih belum dibangun, segera dianggarkan secepat mungkin sebelum jabatannya berakhir.

Jangan sampai warga masyarakatnya menanam pohon pisang di tengah jalan. Semua warga nanti menganggap; punya Kades tidak punya hati nurani sama sekali. Sehingga melahirkan preseden buruk yang bisa menjatuhkan skor positif. Kemungkinan besar kans merebut kembali takhta amat kecil sekali nilainya.

Bagi masyarakat awam, sarana jalan merupakan barometer kepuasan nomor wahid. Walau sebenarnya banyak item pembangunan lainnya yang wajib Kades finalkan.

Konsep ini cukup sederhana. Mungkin saking tugas berjubel, sehingga sang Kades alpa akan sarana jalan di lingkungannya (?) Atau mungkin…

©Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p