Langsung ke konten utama

Restitusi Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Siswa

Oleh: Agus Sugianto, S.Pd

Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah penguasaan diri, sebab disinilah pendidikan memanusiakan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiawikan manusia. Ketika peserta didik mampu menguasai dirinya, maka mereka akan mampu untuk menentukan sikapnya. 

Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Beliau juga menunjukkan bahwa tujuan diselenggarakannya pendidikan adalah membantu peserta didik menjadi manusia yang merdeka. Menjadi manusia yang merdeka berarti tidak hidup terperintah, berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Dengan kata lain, pendidikan menjadikan seseorang mudah diatur, tetapi tidak dapat disetir. (http://tyanfedi.blogspot.com/2013/11/tujuan-pendidikan-menurut-ki-hajar.htm). 

Selain itu Pendidikan menurut  Ki Hajar Dewantara bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa dalam Pendidikan hendaknya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman, osehingga Pendidikan tidak bersifat statis melainkan dinamis. 

Untuk memanusiakan manusia bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi perlu usaha keras dan berkesinambungan. Salah satunya adalah melalui jalur Pendidikan. Jadi Pendidikan baik formal maupun non formal berkontribusi besar untuk mencetak generasi yang bisa menjadi manusia seutuhnya. Di dunia pendidikanlah anak dituntun untuk menjadi sosok manusia yang merdeka dan berbudi pekerti luhur.

Salah satu bentuk usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mencetak generasi handal tersebut adalah melalui pembiasaan-pembiasaan positif atau yang kita kenal dengan disiplin positif. Disiplin positif dilakukan dalam rangka menciptakan lingkungan positif di sekolah. Dan salah satu strategi yang perlu kita lakukan adalah penerapan disiplin di sekolah.Disiplin adalah sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk mengontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang yang kita sebut dengan nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal.Dan salah satu cara menanamkan disiplin positif kepada siswa adalah Restitusi.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi atas masalah yang ia hadapi, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. 

Ketika murid melakukan sebuah kesalahan,sebaiknya guru tidak langsung memberikan sanksi atau hukuman kepada murid,tapi guru menanggapinya dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan,serta murid diberikan tanggung jawab yang berasal dari dorongan internal murid untuk memperbaiki kesalahannya dan mendapatkan kembali harga dirinya. 

Selain itu Restitusi tidak hanya menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah melakukan kesalahan. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang menang. Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. 

Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.
Restitusi tidak hanya fokus pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal yang baik pula pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam diri kita. Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik. Jadi Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya.Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka juga  ingin diperlakukan. 

Selain itu Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri serta  mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban. 

Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya.Hal ini tentu akan berakibat kurang baik bagi murid untuk jangka waktu yang panjang.Karena murid yang menerima restitusi dengan paksaan, pada dasarnya mereka sebenarnya menolak untuk melakukannya.Tapi karena mereka takut diasingkan oleh kelompoknya atau dengan alasan lain, sehingga dengan terpaksa mereka menerima restitusi yang diminta oleh gurunya.
Ketika murid dipaksa untuk menerima konsekuensi atas kesalahannya,untuk jangka panjang, murid akan berpikir bahwa ketika ia melakukan sebuah kesalahan dan menerima konsekuensi.Ia akan berpikir telah menebus kesalahan yang diperbuat.Jika ini terjadi terus menerus,murid akan menganggap remeh setiap kesalahan yang dilakukan,karena dengan menerima konsekuensi maka kesalahan yang diperbuatnya menjadi impas.

Dengan kata lain murid tidak timbul rasa sadar diri yang berasal dari motivasi internal si murid sendiri,untuk mencari jalan keluarnya kemudian tidak mengulanginya lagi dilain waktu.Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi.
Dari beberapa uraian tadi,sangatlah jelas bahwa restitusi adalah salah satu bentuk dari disiplin positif yang sangat berguna bagi siswa untuk memotivasi dirinya sendiri guna menyelesaikan masalahnya dan memperbaikinya,sehingga ia dapat kembali lagi pada kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat lagi dari karakter sebelumnya.

Daftar Pustaka :
http://tyanfedi.blogspot.com/2013/11/tujuan-pendidikan-menurut-ki-hajar.htm
Modul 1.1 Filosofi Ki Hajar Dewantara – Pendidikan Guru Penggerak
Modul 1.4 Budaya Positif – Pendidikan Guru Penggerak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p