Antologi Puisi Fragmen Nasib (21)
Karya: Yant Kaiy
Tumpah Air Mataku
mengalir ke pori
bumí berjuta asa
berbaur jadi bunga
bahagia
lamunan menghilang
sendirinya
bersaing beragam
keinginan menumpuk
kubiarkan saja,
terus mengurung
ternatal kegamangan
mengoreksi liku hidup
tanpa kendali
menyusuri pesona
dunia
meleleh air mata tak darah di raga
kuterus merenungi
nasib diri
tersiksa diantara
kemiskinan harta
apa pun alasannya
kutak mau tahu lagi
yang kuharap hanyal
ah ketenangan abadi
menjadi nuansa cinta diri meniti hari ke pekan
dan terus kubiarkan
kelelahan itu melepuh
terjilat ketidaksopanan bunga luka
haruskah kuterus begini?
sikapku menerjang sengketa
kabur pandanganku
menatap penorama
bukanlah maksudku
bersikap tak dikehendaki itu
selimut
kecewa merampas kesabaranku
kendati bagaimana
pun aku masih miliki malu
sebagai umat beradab
kini
ladangku tanpa rumput kering
tumpahan air mataku mengairi ladang hati
bersemilah
dedaunan, menguninglah padi kami
bersyukur semua insan tanpa duka
mengimla segala anugerah tersaji
hanyalah aku yang
terus tersiksa disini
merangkul semua yang bisa tergenggam
dalam lingkaran
kehinaan
menggambari lambung
kehidupan
hanyal tinggal impian silam
bersuara tanpa lidah
bercerita tanpa kalimat
terus terpuruk
menghantui langkah
rasa bersalah kian menggunung
sesekali kemarau jiwa tergelar
seakan kebebasan menikam tanpa kata
menjingga… semua yang tersisa
kuimla jejak
tertinggal bersama tumpahan air mata
duka terpatri di
kalbu
senantiasa berkelebat
selalu
kubasuh hatiku dengan air zikir
sebab
tak mampu raga berdiri sendiri
menyongsong mutiara kasih sayang
dan selalu kuusahakan membenahi segenap
kecurangan
terlanjur.
Sumenep, 07/08/1988
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.