Menjelang Maut



Pentigraf: Yant Kaiy

Ketika mereka berbondong-bondong menghunus pedangnya, mendatangi rumah kami di perkampungan asri nan damai, kami menghindar lari terbirit-birit. Tangis tak bersuara istri dan kedua anakku menyusuri lembah sepi. Tak ada bekal makanan. Tanpa tujuan. Lalu kami menjadi gelandangan di sudut kota. Kami menjadi pengemis tujuh tahun lebih tujuh bulan, penyambung hidup. Senantiasa memohon ampunan saban hari, penuh harapan kalau besok Dia akan membalas kesabaran dengan nikmat tak terbilang.

Dari tetesan keringat sebagai peminta-minta, istriku menjadi tukang cuci. Berkembang ikhtiarku menjadi kuli bangunan. Anak sulungku jadi  tentara dan yang bungsu jadi bidan.

Di saat ajalku tiba, mereka mengajakku pulang kampung halaman.[]

Pasongsongan, 19/1/2021





Komentar

Postingan populer dari blog ini

BPRS Bhakti Sumekar Pasongsongan Salurkan Sedekah di SDN Panaongan 3

Abu Supyan: Kepala SD yang Memiliki TK Satu Atap Diminta Segera Urus Izin Operasional

MS Arifin Menerima Kunjungan Ahli Pengobatan Alternatif di Yogyakarta

Anak Yatim di SDN Panaongan 3 Terima Santunan dari BPRS Bhakti Sumekar Pasongsongan Kabupaten Sumenep

Saran Agus Sugianto dalam Rapat KKG SD Gugus 02 Pasongsongan

Ramuan Banyu Urip Bawa Serda Arifin Go International

Agus Sugianto Sependapat dengan Pengawas Bina SD, Dorong Pengurusan Izin Operasional TK Satu Atap

Cara Penggunaan Ramuan Banyu Urip Sesuai Anjuran MS Arifin

KKG SD Gugus 02 Pasongsongan Gelar Rapat Penyegaran dan Konsolidasi

Abah Asep, Perjalanan Panjang Sang Pejuang Herbal Therapy Banyu Urip