Menjelang Maut
Pentigraf: Yant Kaiy
Ketika mereka
berbondong-bondong menghunus pedangnya, mendatangi rumah kami di perkampungan
asri nan damai, kami menghindar lari terbirit-birit. Tangis tak bersuara istri
dan kedua anakku menyusuri lembah sepi. Tak ada bekal makanan. Tanpa tujuan.
Lalu kami menjadi gelandangan di sudut kota. Kami menjadi pengemis tujuh tahun
lebih tujuh bulan, penyambung hidup. Senantiasa memohon ampunan saban hari,
penuh harapan kalau besok Dia akan membalas kesabaran dengan nikmat tak terbilang.
Dari tetesan keringat
sebagai peminta-minta, istriku menjadi tukang cuci. Berkembang ikhtiarku
menjadi kuli bangunan. Anak sulungku jadi
tentara dan yang bungsu jadi bidan.
Di saat ajalku tiba,
mereka mengajakku pulang kampung halaman.[]
Pasongsongan, 19/1/2021
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.