Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (37)


Novel: Yant Kaiy

Kubersandar pada jiwa yang mungkin dapat dibenahi lagi. Walau aku memang tidak terlalu yakin. Walau kadang kemungkinan ternatal di antara kejenuhan itu sendiri. Di sinilah kupertaruhkan bermacam bakat terpendam selama bertahun-tahun kusiram dengan kesejukan alam pegunungan menghijau pada pandang mata. Adalah sahabat lama: Sabar, Bagus, dan Luka telah banyak memberikan perhatian sungguh mulia bagiku, tak mengenal perjalanan persaingan di tengah kebisingan waktu acapkali membelenggu harapan diantara banyak pilihan. Mereka terasa menyatu di nuansa langkahku dirasanya lamban memuntahkan lahar kejutan di dunia bisnis.

Kebersamaan kami ternyata kesatuan tak mungkin dipisahkan oleh kemarau divide et empera sepanjang perjalanan terpotret oleh banyak pengacau. Sifat lunak terhadap sesama tak mungkin terbuang, terlempar, terkapar, lalu terbakar oleh naluri hitam tak berperasaan. Di sudut ruangan terasa baru, hampa semuanya, kupacu langkah diri terus menyusuri lorong waktu.

Asa yang bergelimangan merupakan modal bagi sepotong kebebasan melahirkan ide cemerlang untuk diterapkan ke dalam karier. Ya, banyak diantara mereka gagal mematri sukses. Termasuk kelepak ikhtiarku, kandas berulangkali. Dunia baru yang kuselami senantiasa membara. Ada semacam peredam kesumpekan mengganjal sehingga diriku harus bangkit tanpa teriak, berkejaran di atas duka menganga. Aku mendengar percakapan rekan sekerjaku di dinding tak mempan ditembus rudal, padahal tak semestinya aku menghiraukan kalimat sumbang tak berfaedah, membuang-buang waktu dan kerja yang harus kuselesaikan dalam menit yang digariskan.

Nanun pagi setengah siang ini percakapan mereka membuatku terperanjat, terharu, sedih, geram, terpukul, dendam terhadap kenyataan yang seharusnya diberantas oleh insan berkantong tebal, malah dibiarkan berkembang di tengah kebisuan. Aku tak dapat mengeluh lantaran semua terjebak status sebagai karyawan strata bawah. Jelas berbeda penafsiran dari percakapan itu bagi mereka tak memiliki hati suci. Perbincangan seperti angin lalu takkan mengubah arah tujuan semula, plus prinsip hidupnya tak mau sulit di saat dirinya terbebas dari segala tuntutan keadilan bagi banyak umat. (Bersambung) 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p