Langsung ke konten utama

Sekapur Sirih Antologi Puisi “Jadah” (II)



Catatan: Yant Kaiy

Sekali lagi, sepuas dahaga saya menghaturkan syukur ke hadirat-Nya dalam melapangkan dada ini biar semuanya berlalu sedemikian rupa. Meski saya telah bersikap arif dan senantiasa mau mengerti terhadap apa yang terjadi di lingkungan tempat tinggal kami, tetapi yang saya dapatkan justru kebusukan. Entah sampai kapan kebusukan-kebusukan itu akan menghilang setelah sekian lama saya tidak menghiraukannya, walau saya kadang justru ingin kebusukan itu menjadi sahabat karib serentang usia.

Jujur saja, barangkali Anda juga pernah mengalami seperti apa yang saya rasakan. Saat kita dituntut menyelesaikan sebuah karya, walau terkadang karya yang akan kita ciptakan itu tidak menjanjikan sesuatu yang diharapkan kita, namun keinginan itu tak mungkin kita kulkaskan sedemikian rupa lantaran batin kita membutuhkan lain sebagai pemuasnya. Sebab kalau kita tidak memperhatikannya maka kita sendiri menanggung semua akibatnya. Rasa pesimistis yang ada kiranya tak patut menjadi power pengacau semua konsep yang ada pada kita sebelumnya, malah sebaliknya, kita jadikan sebagai bahan renungan panjang.

Bukankah kita ini mau berkiprah pada dunia “aneh” di mata mereka yang tak pernah menjanjikan masa depan cerah, pangkat dan kedudukan yang membanggakan, tetapi kehidupan kita disingkirkan dari pergaulan tanpa martabat serta belas kasihan dari mereka. Dan, kesendirian kita serasa abadi dengan kesunyian-kesunyian mencekam bila malam datang menjelma.

Hanya suara-suara aneh yang mengusik lamunan dalam sebuah pengembaraan malam tak bertepi; seperti suara hujan, suara angin mengabarkan musim, suara halimun menebarkan kedinginan, suara jangkrik mengusik sepi, suara burung malam menciptakan irama alam, bahkan suara-suara makhluk Tuhan lainnya yang dikehendaki-Nya yang mau mengerti tentang perasaan kita bila gelap mengurung gairah hampir membeku. (Bersambung) 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p