Santet (III)
Santet (III)
Puisi: Yant Kaiy
peristiwa cukup sadis
setengah bulan yang lalu terjadi di perkampunganku yang mayoritas muslim. ada
seorang bocah sakit panas dingin. kurang jelas, menderita penyakit apa anak
keluarga Haji Halim itu. keluarga Haji Halim menuntut Kakek Marsam supaya
menyembuhkan anaknya. sebagai ulama besar, keluarga Haji Halim mendapat banyak
dukungan dari masyarakat di kampung. Kakek Marsam yang tidak tahu dan tak
pernah merasa berbuat salah membela diri sekuat tenaga, tetapi sia-sia usahanya,
karena gempuran keluarga Haji Halim dan masyarakat tak terbendung, akhirnya terjadilah
pembunuhan. Kakek Marsam dengan keluarganya terbunuh karena amarah massa tek
terbendung lagi. Sungguh dahsyat pengaruh isu santet membakar amarah anak
manusia, tiada perikemanusiaan sejumput pun, tiada iba lagi.
santet
jika aku mendengar
kata itu
sekujur tubuh ini
seketika bergelegar, hebat
bulu roma pun berdiri
semua
keringat mengalir
bebas, deras, dan luas
nyawa pun serasa mau
lepas
aku takut... takut...
takut...
teringat akan perut
besar
nafasnya terengah-engah
matanya melotot, tajam
mulutnya tiada henti
mengerang
sedangkan tubuhnya
laksana terpanggang
sebab dalam perut itu
berisi pecahan kaca,
jarum, dan lumpur
aku takut... takut...
takut...
telah berulangkali
kucoba membunuh perasaan takut itu
tetapi aku tidak dapat
menghindarinya
aku tak mampu
mengusirnya dari dasar hati ini
santet seakan
mengintip ruang gerakku selalu
aku begitu tersiksa
dalam keresahan
keberanianku sama
sekali hancur berantakan
kebimbangan senantiasa
mencabik-cabik kepastianku
tak ada yang bisa
menghalang-halangi
semua menjadi rasa
takut
melimpah-ruah di jiwa
ini, menjajah sukma
menyesakkan rongga
dadaku.
Pasongsongan, awal 1996
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.