Tembang Santet (Bagian VI)
Cerpen: Yant Kaiy
Pada malam itu juga
berduyun-duyun warga mendatangi gubuk kami dan berteriak-teriak agar saya ke
luar. Isteri dan anak menggigil ketakutan sambil menangis, saya mengisyaratkan
padanya agar tidak ke luar. Kemudian saya mengalah ke luar. Terlihat oleh mata,
pimpinan warga desa itu adalah Kiai Haji Umar. Orang yang saya hormati karena
ilmu agamanya.
Saya langsung
menyerahkan tangan guna diikat. Bersikap jantan. Karena yakin beliau akan
melindungi kami. Dengan tangan diikat tali, Kiai Haji Umar lantas membiarkan
warga desa guna memukul tubuh tak berdosa ini. Massa melampiaskan amarahnya,
mengamuk dengan "seenak perutnya” pada tubuh ini secara beringas dan
biadab. Sehingga saya tak ingat apa-apa lagi ketika satu pukulan benda tumpul
menghantam kepala.
Setelah kesadaran
pulih dan otak ini mulai bekerja, saya mencoba mengenang apa yang telah terjadi
sebelumnya. Badan saya terasa sakit luar biasa. Kaki dan tangan patah semua.
Banyak jahitan luka di tubuh tak terhitung jumlahnya. Saya mengerang lirih
ketika hendak menggerakkan tangan. Di sekujur tubuh penuh dengan luka dan memar
membiru.
Pemandangan yang
masih asing, saya telah terkurung meringkuk dalam sebuah dinding penuh nyamuk.
Saya divonis hukuman dua puluh tiga tahun penjara. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.