Langsung ke konten utama

Petir

 


Petir

Puisi: Yant Kaiy

 

sesekali kilat cahaya menampar ketenangan kami merokok

kebimbangan berbaur keresahan menelanjangi suasana

namun apa yang sudah terjadi tak usah di sesali

barangkali kita punya keping dosa mesti ditebus nyawa

atau harta sebagai tumbal meredakan amarahnya

 

kududuk seorang diri dalam lingkup ketakutan mendera

tak ada teman sebagai pelampiasan atau semacam tempat mengadu

hanya merenungi maut kian terasa dekat

bersama derasnya hujan menggelegak

berdetak keras jantungku mengarungi kebimbangan jati diri

orang-orang sekitarku ramai membaca kalimat-kalimat suci penolak kutukan

tiada henti mulut mereka mengabarkan peristiwa buruk

tak terkehendaki bagi kita semua di alam fana

karena semua orang tahu, maut adalah segala-galanya

memang semua orang tak mau mati

sebab mereka masih menumpuk rencana di lemarinya

 

kutersentak dari ketenangan mengarungi mendung

halilintar diselingi tawa terbahak-bahak alam,

angin bertiup agak kencang bagi kami adalah maut semata

menanti apa yang akan terjadi di sekelilingku

sementara sungaiku mulai meluap

menghanyutkan harta kami

jerittangis menerobos suara rintik hujan kengerian

 

tiada ketenangan yang mencoba bangkitkan asaku

dari terpuruknya suasana mencekam sepanjang hari

padahal pagi hari biasa-biasa saja

suasana alamku menentramkan jiwa

sekali lagi, tiba-tiba halilintar mengurung anganku seorang diri

dan terus membelenggu hujan siangku mengarungi senja

namun begitu tetap tak reda

sesekali petir menyambar apa saja yang tergambar nyata

meski hujan agak tak bergairah menyirami kami

terus ketakutanku akan maut menelanjangi raga.

 

Madura, 05/12/1992

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p