Langsung ke konten utama

Falsafah Madura: Ja’ Nobi’an…


Opini: Yant Kaiy

Suatu ketika, istri saya menyimpan tabungan murid-murid SDN Padangdangan II Kecamatan Pasongsongan di salah satu bank swasta di Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Terus terang, kami punya atensi karena ingin bank tersebut bisa tumbuh subur di kecamatan pesisir utara Pulau Madura.

Pada awalnya kami senang mendapat pelayanan ramah dari karyawan bank tersebut. Setahun kemudian, tabungan itu mau diambil karena kenaikan kelas. Ternyata istri saya diinterogasi dengan nada agak keberatan kalau tabungan mau ditarik. Lalu istri pun berjanji pada saya untuk tidak menabung pada bank itu lagi. Ia merasa kecewa.

Dilain waktu, saya mau membeli minyak goreng satu jeriken pada salah satu toko sembako di Desa/Kecamatan Pasongsongan. Saya menunggu karena sedang ada pembeli lain. Saya mengalah karena mereka membeli barang dalam jumlah sedikit.

Nah, ketika banyak orang berbelanja, tiba-tiba saya disuruh membeli ke tempat lain. Kalau tidak kenal mungkin wajar. Tapi saya berteman di waktu kecil. Sejak saat itu kaki ini berat rasanya melangkah ke tokonya, apalagi untuk berbelanja.

Betapa etika menjadi penting bagi sebuah kemajuan usaha (bisnis) apa pun. Apalagi di era millenial seperti sekarang, persaingan kian ketat. Otak manusia banyak yang pintar, sejatinya kepintaran itu disandingkan dengan etika yang baik pula.

Ada falsafah orang Madura: Ja’ nobi’an oreng mon aba’na etobi’ sake’. Makna luasnya: Jangan suka mencubit orang jika dirinya merasa sakit kalau dicubit. Sepatutnya falsafah ini bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Supaya kita dalam bertindak dan berkata-kata memakai tali rasa.[]

Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p