Hairul Anwar, owner Goa Soekarno Pasongsongan-Sumenep |
Catatan: Yant Kaiy
Mencatat
perjalanan diri dalam kehidupan di alam fana dalam sebuah buku ternyata
kesannya berbeda ketimbang menulis kisah hidup di media elektronik, seperti di
sosial media. Walau jaman sudah serba instan dan canggih dalam hal teknologi,
namun menulis biografi dan dibuat menjadi sebuah buku, rasanya begitu berlainan
karena maknanya teramat mendalam. Buktinya eksistensi perpustakaan masih ada
disetiap pelosok negeri ini. Seringkali pula buku-buku di perpustakaan menjadi
referensi banyak kalangan dalam menulis buku. Lebih-lebih mereka yang masih
berstatus pelajar atau mahasiswa.
Berpijak
dari tradisi masyarakat, yaitu tentang buudaya mencatat bangsa Indonesia begitu
minus. Yang lazim berlaku di bangsa kita adalah budaya mengingat. Maka sebagai
insan bijak, agar kelak anak-cucu masih bisa mengenal sejarah kita dan ada
peluang mereka mendoakan kita, salah satunya dengan membuat buku biografi.
Hakikat
tujuan dari pembuatan buku bukan untuk bergaya atau sebagai penebar pesona
belaka, menunjukkan kelas sebagai manusia ekslusif, atau sebagai ikhtiar
pencitraan semata. Akan tetapi arah tujuan itu berlandaskan menumbuh-kembangkan
pengetahuan kepada para generasi penerus bangsa.
Terus
terang penulis sangat alergi dengan niat busuk semacam itu. Karena hal tersebut
sebagai pengaburan atau perbuatan melanggar etika sebagai seorang penulis.
Apakah ini berdosa? Tentu. Lantaran tulisan tentang riwayat hidup dipelintir
untuk menggiring opini publik pada jalur salah.
Memang
ada segelintir penulis yang bersikap munafik, mengangkat kesan terbaik dari
sebuah subjek agar bernilai tinggi. Padahal realitanya tidak berbanding lurus
di lapangan. Sehingga nilai dari buku itu terkesan karya fiksi. Ini menjadi
bumerang terhadap dunia perpustakaan di tanah air. Ujung-ujungnya malah mendatangkan
cibiran dan cemooh dari banyak kalangan.
Menghindari
penilaian miring dari masyarakat dan mencegah terjadinya kisruh di tengah
publik terutama para keturunan pelaku sejarah, penulis mencoba menyajikan artikel
apa adanya tentang sosok Hairul Anwar sebenarnya tanpa mengurangi dan menambah
sedikit pun. Alasan pertama karena biografi Hairul Anwar sangat erat kaitannya dengan tokoh sejarah penyebar
agama Islam yang ada di Pasongsongan. Tokoh sejarah itu adalah Syekh Ali Akbar
dan King. Sejarah kedua tokoh ini masing-masing keturunan sudah memilikinya.
Maka
sebagai pertanggung jawaban moral, penulis memandang perlu untuk melakukan
beberapa wawancara kepada mereka yang paham betul tentang sejarah kedua tokoh
tersebut. Penulis terus bergerilya menjumpai mereka ke rumah masing-masing. Tak
jarang penulis harus gigit jari ketika orang yang mau dijumpai sedang tidak
bersedia untuk diwawancarai. Kadang ada pul tidak ada di rumahnya.
Kehati-hatian
penulis merupakan sebuah prinsip dasar agar biografi Hairul Anwar tidak
terkotori noktah bombastis. Karena siapa pun berhak mengatakan kalau seseorang
itu keturunan orang ini dan itu. Hak itu akan mulia di mata khalayak ramai
kalau realitanya benar adanya. Hak itu akan menjadi sangat berharga ketika yang
bersangkutan membuat biografi bukan untuk bergaya-gaya supaya bisa membersihkan
nama jeleknya. Atau sekadar mencari popularitas belaka.
Biografi
Hairul Anwar dipandang perlu bagi penulis untuk diangkat ke permukaan. Sebab
karya Hairul Anwar untuk rakyat Madura luar biasa besar. Totalitas dalam
mewarnai kesejahteraan kaum tidak berpunya tersemat pada kepribadiannya yang
tak lekang oleh waktu, lantaran kesan tersebut sudah terpahat jelas artinya di
hati mereka.
Penulis yakin kalau masyarakat luas sangat ingin mengenal Hairul
Anwar lebih dekat lagi. Barangkali dengan diterbitkannya buku ini akan menjawab
keinginan sebagian besar masyarakat di Sumenep khususnya. Semoga!
Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com
Komentar
Posting Komentar