Langsung ke konten utama

Biografi Hairul Anwar Masa Kecil (Bagian 8 dari 8 Tulisan)

Hairul Anwar, owner Goa Soekarno Pasongsongan-Sumenep

Catatan: Yant Kaiy

Mencatat perjalanan diri dalam kehidupan di alam fana dalam sebuah buku ternyata kesannya berbeda ketimbang menulis kisah hidup di media elektronik, seperti di sosial media. Walau jaman sudah serba instan dan canggih dalam hal teknologi, namun menulis biografi dan dibuat menjadi sebuah buku, rasanya begitu berlainan karena maknanya teramat mendalam. Buktinya eksistensi perpustakaan masih ada disetiap pelosok negeri ini. Seringkali pula buku-buku di perpustakaan menjadi referensi banyak kalangan dalam menulis buku. Lebih-lebih mereka yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa.

Berpijak dari tradisi masyarakat, yaitu tentang buudaya mencatat bangsa Indonesia begitu minus. Yang lazim berlaku di bangsa kita adalah budaya mengingat. Maka sebagai insan bijak, agar kelak anak-cucu masih bisa mengenal sejarah kita dan ada peluang mereka mendoakan kita, salah satunya dengan membuat buku biografi.

Hakikat tujuan dari pembuatan buku bukan untuk bergaya atau sebagai penebar pesona belaka, menunjukkan kelas sebagai manusia ekslusif, atau sebagai ikhtiar pencitraan semata. Akan tetapi arah tujuan itu berlandaskan menumbuh-kembangkan pengetahuan kepada para generasi penerus bangsa.

Terus terang penulis sangat alergi dengan niat busuk semacam itu. Karena hal tersebut sebagai pengaburan atau perbuatan melanggar etika sebagai seorang penulis. Apakah ini berdosa? Tentu. Lantaran tulisan tentang riwayat hidup dipelintir untuk menggiring opini publik pada jalur salah.

Memang ada segelintir penulis yang bersikap munafik, mengangkat kesan terbaik dari sebuah subjek agar bernilai tinggi. Padahal realitanya tidak berbanding lurus di lapangan. Sehingga nilai dari buku itu terkesan karya fiksi. Ini menjadi bumerang terhadap dunia perpustakaan di tanah air. Ujung-ujungnya malah mendatangkan cibiran dan cemooh dari banyak kalangan.

Menghindari penilaian miring dari masyarakat dan mencegah terjadinya kisruh di tengah publik terutama para keturunan pelaku sejarah, penulis mencoba menyajikan artikel apa adanya tentang sosok Hairul Anwar sebenarnya tanpa mengurangi dan menambah sedikit pun. Alasan pertama karena biografi Hairul Anwar sangat  erat kaitannya dengan tokoh sejarah penyebar agama Islam yang ada di Pasongsongan. Tokoh sejarah itu adalah Syekh Ali Akbar dan King. Sejarah kedua tokoh ini masing-masing keturunan sudah memilikinya.

Maka sebagai pertanggung jawaban moral, penulis memandang perlu untuk melakukan beberapa wawancara kepada mereka yang paham betul tentang sejarah kedua tokoh tersebut. Penulis terus bergerilya menjumpai mereka ke rumah masing-masing. Tak jarang penulis harus gigit jari ketika orang yang mau dijumpai sedang tidak bersedia untuk diwawancarai. Kadang ada pul tidak ada di rumahnya.

Kehati-hatian penulis merupakan sebuah prinsip dasar agar biografi Hairul Anwar tidak terkotori noktah bombastis. Karena siapa pun berhak mengatakan kalau seseorang itu keturunan orang ini dan itu. Hak itu akan mulia di mata khalayak ramai kalau realitanya benar adanya. Hak itu akan menjadi sangat berharga ketika yang bersangkutan membuat biografi bukan untuk bergaya-gaya supaya bisa membersihkan nama jeleknya. Atau sekadar mencari popularitas belaka.


Biografi Hairul Anwar dipandang perlu bagi penulis untuk diangkat ke permukaan. Sebab karya Hairul Anwar untuk rakyat Madura luar biasa besar. Totalitas dalam mewarnai kesejahteraan kaum tidak berpunya tersemat pada kepribadiannya yang tak lekang oleh waktu, lantaran kesan tersebut sudah terpahat jelas artinya di hati mereka. 

Penulis yakin kalau masyarakat luas sangat ingin mengenal Hairul Anwar lebih dekat lagi. Barangkali dengan diterbitkannya buku ini akan menjawab keinginan sebagian besar masyarakat di Sumenep khususnya. Semoga!

Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p