Langsung ke konten utama

Biografi Hairul Anwar Masa Kecil (Bagian 3 dari 8 Tulisan)

Hairul Anwar, owner Goa Soekarno Pasongsongan-Sumenep

Catatan: Yant Kaiy

Tarik-menarik antar keluarga agar Hairul Anwar setelah besar nanti bisa menjadi penerima “tahta” pengasuh pondok pesantren cukup menyita perhatian. Kubu satunya menginginkan supaya Hairul Anwar menjadi pegawai negeri saja agar masa depannya jelas dan sejahtera. Masuk akal. Kalau menjadi pegawai negeri tidak menanggung risiko bangkrut. Penghasilan rutin setiap bulan mengalir ke buku tabungan, busana yang dikenakan rapi dan bersih, menu makanan standard empat sehat lima sempurna, dan kerja cukup ringan.

Sedangkan menjadi pengasuh pondok pesantren dari sisi pendapatan uang kurang baik. Prospek ekonominya tidak aman. Kalau tidak melakukan inovasi konsep berbau modern mengikuti perkembangan jaman maka pondok pesantren akan bangkrut secara meyakinkan. Maka sangat dibutuhkan satu jurus pintar, cerdas dalam mengelola dan mengembangkannya. Semua bertujuan agar pondok pesantren tidak ditinggalkan para santrinya.

Kalau hanya terpaku pada “sedekah” dari wali santri tentu itu takkan cukup. Sebab operasional pondok pesantren tidak sedikit dalam memerlukan suntikan dana segar. Masih perlu bentuk bantuan yang tidak hanya berupa materi, tapi juga diperlukan bantuan tenaga dan pikiran agar pondok pesantren tetap eksis dalam mencerdaskan anak bangsa yang bermoral baik.

Pondok pesantren harus punya pendidikan formal dari tingkat PAUD hingga Perguruan Tinggi sebagai implementasi dari perkembangan jaman dan menjawab kebutuhan masyarakat luas. Dengan tenaga pengajar yang berkualitas baik tentu akan berdatangan calon-calon pelajar dari berbagai pelosok negeri. Dengan demikian pondok pesantren akan berkembang seiring waktu.

Akhir dari keputusan keluarga tentang tarik-menarik ketika Hairul Anwar akan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA. Satu sisi menghendaki Hairul Anwar supaya ke pondok pesantren sambil melanjutkan pendidikan formalnya supaya setelah lulus langsung memegang estafet pengasuh pondok pesantren. Satu sisi keluarga lagi menginginkan Hairul Anwar meneruskan pendidikannya ke lembaga formal saja. Agar tidak terjadi gesekan yang bisa membuat jalinan kekerabatan tidak baik antar keluarga, maka selanjutnya keputusan diserahkan sepenuhnya kepada Hairul Anwar.

Untuk itu Hairul Anwar memilih SMAN 1 Jember karena ia punyak banyak kerabat di kota itu. Lalu Hairul Anwar memberikan sebuah alasan lagi kepada mereka kenapa ia memilih SMAN 1 Jember, hal itu untuk mengukur kemampuan dirinya dalam bersaing dengan pelajar baru. Di Jember juga ada pondok pesantren yang bisa dimanfaatkan untuk belajar ilmu agama. Kapan-kapan Hairul Anwar bisa juga sembari menjadi santri tidak tetap.

Memang diantara beberapa keluarga besar Hairul Anwar ada yang kecewa dengan keputusan tersebut. Tapi Hairul Anwar tidak munafik, kalau hatinya berhasrat tidak melanjutkan ke pondok pesantren, maka tak mungkin baginya memaksakan ego itu. Kata hatinya, ia ingin membahagiakan orang tua dan kedua kakaknya sebagai wujud balas budi.

Hairul Anwar juga melemparkan opini yang realistis terhadap mereka. Bahwa dirinya bercita-cita mau menjadi anak saleh saja. Ia tak mau muluk-muluk. Kalau kelak ia ditakdir jadi dokter, namun harus menjadi dokter yang saleh, jadi insinyur yang saleh, jadi kiai yang saleh. Ciri-ciri dari anak saleh adalah taat kepada Allah SWT., jujur, hormat dan patuh kepada kedua orang tua, hormat dan patuh terhadap guru, setia kawan, serta menghargai sesama.

Misalnya seorang kiai. Kalau dasarnya bukan orang saleh, tentu ketika mendapat amanah dari umat, maka kemungkinan besar mereka akan menyalah-gunakan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Sebab kiai juga merupakan titel dari umat yang diberikan secara suka rela karena dedikasinya terhadap agama. 

Beda dengan gelar nabi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Tentu yang terpilih menjadi nabi adalah manusia terbaik yang ada di muka bumi. Bersih hatinya dari niat tercela, sikapnya perwujudan akhlak mulia.

Hairul Anwar tidak mau pusing dengan urusan label. Dirinya senantiasa fokus pada pelajaran yang telah diberikan para gurunya. Apalah pentingnya label kalu nanti justru mencekik lehernya, membelenggu gerak langkahnya setiap detik karena takut label itu raib dari nama harumnya.

Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p