Hairul Anwar, owner Goa Soekarno Pasongsongan-Sumenep |
Catatan: Yant Kaiy
Tarik-menarik antar keluarga agar Hairul Anwar setelah besar
nanti bisa menjadi penerima “tahta” pengasuh pondok pesantren cukup menyita
perhatian. Kubu satunya menginginkan supaya Hairul Anwar menjadi pegawai negeri
saja agar masa depannya jelas dan sejahtera. Masuk akal. Kalau menjadi pegawai
negeri tidak menanggung risiko bangkrut. Penghasilan rutin setiap bulan
mengalir ke buku tabungan, busana yang dikenakan rapi dan bersih, menu makanan
standard empat sehat lima sempurna, dan kerja cukup ringan.
Sedangkan menjadi pengasuh pondok pesantren dari sisi
pendapatan uang kurang baik. Prospek ekonominya tidak aman. Kalau tidak
melakukan inovasi konsep berbau modern mengikuti perkembangan jaman maka pondok
pesantren akan bangkrut secara meyakinkan. Maka sangat dibutuhkan satu jurus
pintar, cerdas dalam mengelola dan mengembangkannya. Semua bertujuan agar
pondok pesantren tidak ditinggalkan para santrinya.
Kalau hanya terpaku pada “sedekah” dari wali santri tentu
itu takkan cukup. Sebab operasional pondok pesantren tidak sedikit dalam
memerlukan suntikan dana segar. Masih perlu bentuk bantuan yang tidak hanya
berupa materi, tapi juga diperlukan bantuan tenaga dan pikiran agar pondok
pesantren tetap eksis dalam mencerdaskan anak bangsa yang bermoral baik.
Pondok pesantren harus punya pendidikan formal dari tingkat
PAUD hingga Perguruan Tinggi sebagai implementasi dari perkembangan jaman dan
menjawab kebutuhan masyarakat luas. Dengan tenaga pengajar yang berkualitas
baik tentu akan berdatangan calon-calon pelajar dari berbagai pelosok negeri.
Dengan demikian pondok pesantren akan berkembang seiring waktu.
Akhir dari keputusan keluarga tentang tarik-menarik ketika
Hairul Anwar akan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA. Satu sisi menghendaki
Hairul Anwar supaya ke pondok pesantren sambil melanjutkan pendidikan formalnya
supaya setelah lulus langsung memegang estafet pengasuh pondok pesantren. Satu
sisi keluarga lagi menginginkan Hairul Anwar meneruskan pendidikannya ke
lembaga formal saja. Agar tidak terjadi gesekan yang bisa membuat jalinan
kekerabatan tidak baik antar keluarga, maka selanjutnya keputusan diserahkan
sepenuhnya kepada Hairul Anwar.
Untuk itu Hairul Anwar memilih SMAN 1 Jember karena ia
punyak banyak kerabat di kota itu. Lalu Hairul Anwar memberikan sebuah alasan lagi
kepada mereka kenapa ia memilih SMAN 1 Jember, hal itu untuk mengukur kemampuan
dirinya dalam bersaing dengan pelajar baru. Di Jember juga ada pondok pesantren
yang bisa dimanfaatkan untuk belajar ilmu agama. Kapan-kapan Hairul Anwar bisa
juga sembari menjadi santri tidak tetap.
Memang diantara beberapa keluarga besar Hairul Anwar ada
yang kecewa dengan keputusan tersebut. Tapi Hairul Anwar tidak munafik, kalau
hatinya berhasrat tidak melanjutkan ke pondok pesantren, maka tak mungkin
baginya memaksakan ego itu. Kata hatinya, ia ingin membahagiakan orang tua dan
kedua kakaknya sebagai wujud balas budi.
Hairul Anwar juga melemparkan opini yang realistis terhadap
mereka. Bahwa dirinya bercita-cita mau menjadi anak saleh saja. Ia tak mau
muluk-muluk. Kalau kelak ia ditakdir jadi dokter, namun harus menjadi dokter
yang saleh, jadi insinyur yang saleh, jadi kiai yang saleh. Ciri-ciri dari anak
saleh adalah taat kepada Allah SWT., jujur, hormat dan patuh kepada kedua orang
tua, hormat dan patuh terhadap guru, setia kawan, serta menghargai sesama.
Misalnya seorang kiai. Kalau dasarnya bukan orang saleh,
tentu ketika mendapat amanah dari umat, maka kemungkinan besar mereka akan
menyalah-gunakan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Sebab kiai juga
merupakan titel dari umat yang diberikan secara suka rela karena dedikasinya
terhadap agama.
Beda dengan gelar nabi yang diberikan Allah kepada hamba-Nya.
Tentu yang terpilih menjadi nabi adalah manusia terbaik yang ada di muka bumi.
Bersih hatinya dari niat tercela, sikapnya perwujudan akhlak mulia.
Hairul Anwar tidak mau pusing dengan urusan label. Dirinya
senantiasa fokus pada pelajaran yang telah diberikan para gurunya. Apalah
pentingnya label kalu nanti justru mencekik lehernya, membelenggu gerak langkahnya
setiap detik karena takut label itu raib dari nama harumnya.
Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com
Komentar
Posting Komentar