Langsung ke konten utama

Mengkritik Belum Tentu Membenci


Opini: Yant Kaiy
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Itulah sebaris kalimat yang sering saya kidungkan di tengah halimun malam selesai mempublikasikan tulisan karya saya dan karya dari teman-teman. Peluncuran media online apoymadura.com yang saya gawangi sendiri telah mendapat respons luar biasa dari berbagai kalangan.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya kalau apoymadura.com bisa menjadi pelengkap dari sekian banyak informasi dari beraneka media online. Beragam kritik sering dilayangkan kepada saya atas pemberitaan yang menurut mereka terkadang kurang valid. Pro dan kontra memang lumrah terjadi, dan saya  pribadi tidak alergi kritik. Saya senantiasa husnodzon terhadap mereka.

Ada orang bijak membisiki saya: “Orang yang mengkritik belum tentu membeci, demikian juga sang pemuja tak selamanya suka. Tak jarang sang pemuja hanya inginkan sesuatu (pamrih), sedangkan yang mengkritik supaya kita tidak menjadi manusia picik.”

Jujur saja, sejak Maret  sampai detik ini saya belum mendapatkan uang sepeser pun dari kerja sebagai penulis. Semua ini saya tekuni karena ingin berbagi dengan para pembaca. Saya senang apoymadura.com menjadi media alternatif. Harapan saya agar media ini bisa mewarnai hari-hari indah bersama keluarga.

Dalam berkarya saya menghindari berita hoak dan agitatif serta tidak menyinggung SARA sebab media ini akan diblokir oleh pihak Google. Ini bukan tujuan saya dan menghindar sejauh mungkin dari lingkaran menyesatkan kepada pembaca budiman.

Wartawan
Medio Maret kemarin ada yang melamar mau jadi wartawa apoymadura.com. Dalam hati saya senang bercampur khawatir karena ia hanya bisa hunting berita ke nara sumber, tapi tidak bisa menulis. Senangnya lantaran media online saya ternyata sudah banyak pengunjungnya. Khawatir dikarenakan takut kartu pers akan disalahgunakan memeras. Ia yang untung, saya yang buntung.

Supaya mereka tidak kecewa, saya tetap bersikukuh pada aturan awal kalau wartawan itu harus bisa menulis dulu di media. Setelah itu baru saya bisa menerimanya. Lagi pula apoymadura.com untuk sementara waktu tidak butuh karyawan. Uang dari mana yang akan dijadikan honor. Untuk uang rokok dan kopi saya saja harus merogoh kocek dari hasil kerja menjadi petani.

Bagi saya, berkarya dulu, baru berharap duit. Masih belum apa-apa sudah bermimpi mau jadi orang kaya.

Tidak Adil
Ada teman saya bilang begini, “Google itu tidak adil. Masak kita kerja menulis siang-malam tak kenal waktu tidak dihargai sama sekali. Sedangkan ada aplikasi video yang hasil karyanya kurang profesional justru mendapat bayaran mahal. Padahal masa kerjanya sebentar.”

Saya bilang, itu rejeki dia. Kita yakin saja dan terus menghasilkan karya-karya yang bisa mendatangkan banyak pengunjung, maka dengan sendirinya akan dihampiri pendapatan.  Kalau hal itu tidak terjadi, berarti firman Tuhan itu salah.

Dalam banyak filsafat menerangkan, bahwa orang yang bekerja akan memperoleh hasil. Orang yang ikut arisan, pasti pada waktunya akan memperoleh giliran medapatkan arisan. Bagaimana mungkin seseorang akan memperoleh apa yang diinginkan tanpa ada satu ikhtiar.

Mungkin juga ia akan mendapatkan impiannya karena bantuan tangan Tuhan. Tapi itu jarang terjadi dan hanya orang-orang tertentu saja. Misalnya kita mau ikan, maka kita harus memancing. Takkan ada ikan jatuh ke haribaan kita tanpa ada sebab.

Salam sukses selalu bagi semua pembaca apoymadura.com. Jangan lupa memberi masukan setiap Anda selesai membaca artikel di media elektronik saya.[]


Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p