Postingan

Menampilkan postingan dengan label Opini

Mengukir Warisan Kiai Ali Akbar: Ketika Masyarakat Jadi Garda Terdepan

Gambar
Situs makam ulama besar, Astah Kiai Ali Akbar yang berlokasi di Dusun Pakotan, Desa/Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, adalah harta spiritual dan sejarah yang tak ternilai. Sayangnya, perhatian terhadap fasilitas dan infrastruktur di banyak situs ziarah kerap didominasi oleh harapan agar Pemerintah Daerah (Pemda) mengambil alih seluruh beban pemeliharaan. Padahal, untuk memastikan keberlanjutan, transparansi, dan kemajuan yang berkelanjutan, peran aktif masyarakat dan komunitas lokal harus jadi tulang punggung utama pengelolaan situs warisan . Masyarakat setempat dan komunitas pegiat sejarah/religi memiliki kepentingan historis dan emosional yang jauh lebih besar. Mereka adalah penjaga daya hidup situs tersebut. Oleh karena itu, inisiatif kolektif yang terstruktur adalah kunci utama untuk mentransformasi makam dari situs yang kurang terawat jadi pusat keagamaan dan sejarah yang memadai dan membanggakan. Tiga Pilar Keterlibatan Masyarakat untuk Keberlanjutan Keber...

Astah Kiai Ali Akbar: Ironi Kurangnya Perhatian dan Harapan Pembenahan

Gambar
Meskipun Kiai Ali Akbar memiliki peran sejarah yang begitu monumental, diperkuat dengan bukti otentik berupa surat tanah dari kerajaan dan gelar kehormatan dari Raja Sumenep, terdapat ironi yang memprihatinkan di lokasi makam beliau. Keberadaan Astah Kiai Ali Akbar justru terkesan kurang mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan di Kabupaten Sumenep , terutama dalam aspek infrastruktur penunjang ziarah. Sebagai situs sejarah dakwah yang menjadi tujuan utama para peziarah, kondisi fasilitas Makam Kiai Ali Akbar saat ini jauh dari kata representatif. Kurangnya pemeliharaan dan pembangunan yang memadai seolah bertolak belakang dengan besarnya jasa beliau di masa lampau. Kebutuhan Infrastruktur Mendesak Sudah seharusnya makam seorang ulama besar dan penerima anugerah dari Raja Sumenep memiliki fasilitas yang mampu menampung animo peziarah dan memberikan kenyamanan dalam beribadah. Ada beberapa aspek mendesak yang membutuhkan pembenahan: 1. Bangunan Peribadatan yang R...

Lagu sebagai Jejak Sejarah: Ikhtiar MS Arifin Merawat Warisan Syekh Ali Akbar

Gambar
MS Arifin. [sh] Di tengah arus modernisasi yang terus menggempur keberadaan budaya kita, upaya merawat sejarah dan menghormati jasa para leluhur seringkali terabaikan.  Tapi, langkah yang dilakukan MS Arifin, CEO PT Bintang Banyu Urip, patut diapresiasi sebagai bentuk kesadaran kultural dan spiritual yang mendalam.  Melalui penciptaan sebuah lagu berjudul "Syekh Ali Akbar", MS Arifin tidak sekadar berkarya di area seni, melainkan juga melukiskan ikhtiar guna menghidupkan kembali jejak sejarah Islam di pesisir utara Pulau Madura. Leluhur MS Arifin Bagi MS Arifin, lagu tersebut memiliki makna yang cukup personal.  Syekh Ali Akbar bukan sekadar tokoh sejarah, melainkan leluhur dari MS Arifin.  Ia merupakan keturunan ketujuh dari ulama besar tersebut.  Ikatan darah ini menjadikan lagu "Syekh Ali Akbar"  sebagai ungkapan rasa hormat, cinta, dan tanggung jawab moral untuk menjaga nilai-nilai perjuangan sang pendahulu. Ulama Terkemuka Syekh Ali Akbar dikenal sebag...

Patmo, S.Pd: Energi Muda dari Pasongsongan yang Pergi Terlalu Cepat

Gambar
Di setiap generasi, selalu ada sosok yang hadir bukan untuk mencari panggung, tetapi untuk menyalakan harapan. Ia bekerja dalam senyap, tapi jejaknya begitu nyata dirasakan masyarakat. Dari Dusun Sempong Timur, Desa sekaligus Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, sosok itu bernama Patmo, S.Pd —tokoh muda yang energinya seolah tak pernah padam hingga hari-hari terakhirnya. Patmo bukan sekadar dikenal oleh warga sekampung atau sahabat dekatnya saja. Namanya akrab di telinga para tokoh alim ulama di wilayah Madura , sebuah pengakuan yang tak bisa dibeli atau diminta, melainkan hadir karena ketulusan perilaku dan pengabdiannya. Ia juga dihormati di dunia pendidikan, bukan karena gelar yang disandangnya, tapi karena cara ia menjadikan ilmu sebagai ladang pengabdian. Karya Besar dari Sosok yang Tidak Hidup Berkelebihan Ironisnya, Patmo bukan orang yang bergelimang harta. Ia hidup dengan kesederhanaan yang alami, namun justru dari tangan seorang pemuda yang tidak kaya itulah tu...

Kenangan Indah Bersama Almarhum Patmo, S.Pd yang Sulit Dilupakan

Gambar
Kadang ada sebagian orang yang meninggalkan jejak dalam hidup kita bukan karena usia mereka panjang, bukan pula karena jabatan atau gelar yang melekat di belakang namanya, melainkan karena caranya hadir: tulus, ceria, dan apa adanya. Bagi saya, sosok itu bernama Patmo, S.Pd , seorang pemuda yang semasa hidupnya dikenal begitu hangat, kreatif, dan berjiwa seni. Kepergiannya yang mendadak masih menyisakan ruang kosong yang sulit saya jelaskan dengan kata-kata. Sejak muda, Patmo adalah pribadi yang selalu membawa cahaya dalam lingkar pergaulan. Ia mampu membuat suasana paling hening jadi riang, bahkan tanpa usaha apa pun selain hadir dengan senyumnya yang khas. Sikapnya ringan, tak pernah keberatan membantu siapa pun yang membutuhkan. Barangkali itulah sebabnya banyak orang merasa kehilangan: karena Patmo bukan hanya hadir di hidup mereka, ia juga menghidupkan mereka. Multitalenta Keceriaannya berjalan beriringan dengan bakatnya yang luar biasa dalam berkesenian. Di masa sekolah m...

Nasi Jagung dan Sayur Kelor: Warisan Rasa yang Tetap Dicintai Warga Kota Keris

Gambar
Di tengah kian menjamurnya kuliner modern dan cepat saji, menu tradisional seringkali dianggap mulai tersisih.  Tapi justru di Kota Keris Sumenep menunjukkan hal sebaliknya.  Nasi jagung dengan sayur kelor, sebuah sajian sederhana yang akrab di dapur-dapur Madura sejak dulu, ternyata masih jadi pilihan favorit bagi sebagian besar masyarakat.  Tidak sekadar nostalgia, melainkan karena cita rasa, harga yang terjangkau, serta manfaat kesehatan yang makin diapresiasi. Warisan Leluhur yang Tak Lekang oleh Waktu Nasi jagung telah lama jadi identitas pangan masyarakat Sumenep.  Tekstur sedikit kasar namun gurih dipadukan dengan sayur kelor, menjadikan menu ini bukan hanya mengenyangkan, tapi juga menghadirkan kesederhanaan yang memikat.  Banyak warga mengaku, meski sudah mengenal beragam jenis nasi modern, tetap saja nasi jagung dan sayur kelor menghadirkan “rasa rumah” yang tak tergantikan. Uniknya, sebagian warung tradisional di Sumenep ada menu nasi jagung. Fe...

Perubahan Pola Tanam dan Pola Kerja di Pasongsongan: Sebuah Cerminan Transformasi Sosial Pedesaan

Gambar
Perubahan perilaku pertanian masyarakat di Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, menjadi fenomena menarik untuk dicermati. Jika dulu mayoritas petani yang memiliki lahan tegalan di wilayah ini menanam jagung setiap datangnya musim hujan, kini banyak diantara mereka beralih menanam padi. Pergeseran ini bukan sekadar tren singkat semata, tapi merupakan gambaran tentang cara berpikir baru, strategi bertahan hidup, sekaligus bentuk adaptasi terhadap tantangan zaman. Tegalan yang Disulap Menjadi Lahan Padi Sebagian besar lahan pertanian di sisi utara Kecamatan Pasongsongan sesungguhnya merupakan tegalan, bukan sawah irigasi. Secara alamiah, tegalan tidak dirancang untuk persawahan karena minim suplai air. Tapi, masyarakat mampu memanfaatkan teknologi sederhana—sumur bor—untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Ketika hujan tak kunjung turun, sumur bor jadi penyelamat. Air dipompa dan dialirkan ke lahan padi sehingga tanaman tetap tumbuh optimal. Langkah ini mencerminkan k...

Ketika Tabungan Tak Lagi Bisa Diaktivasi: Sebuah Pengalaman Berharga dengan Simpedes BRI

Gambar
Pengalaman pahit terkadang datang dari hal yang tak pernah kita duga, termasuk urusan perbankan. Begitulah yang saya alami ketika tabungan berlabel Simpedes BRI milik saya tidak bisa diaktivasi kembali lantaran saldonya sudah nol.  Meski rasa kecewa sempat menyelimuti, saya mencoba menerima kenyataan ini dengan lapang dada dan menjadikannya pelajaran berharga—bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga bagi nasabah lainnya. Kejadian ini bermula pada Kamis, 4 Desember 2025, pukul 21.32 WIB, ketika saya menerima notifikasi melalui SMS dari BRI.  Isi pesan tersebut membuat diri ini perlu melakukan pengecekan ulang atas status rekening.  Keesokan harinya, tepatnya sekitar pukul 13.00 WIB setelah menunaikan shalat Jumat, saya memutuskan untuk menuju BRI Unit Pasongsongan guna memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Sesampainya di sana, saya menyampaikan maksud kedatangan kepada petugas keamanan (Satpam).  Saya menjelaskan bahwa ada uang yang ditransfer ke rekening dan saya ...