Kiai Ali Akbar Syamsul Arifin: Menyisir Jejak Wali Pesisir Utara Madura

Kiai ali akbar Pasongsongan

Di sebuah dusun kecil bernama Pakotan, Desa Pasongsongan, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, terdapat sebuah situs makam yang menyimpan napas panjang sejarah Islam di pesisir utara Pulau Garam. 

Di sana, terbaring sosok agung bernama Kiai Ali Akbar Syamsul Arifin, tokoh sentral penyebar agama Islam di kawasan pesisir Madura pada akhir abad ke-16.

Kiai Ali Akbar wafat pada tanggal 14 Jumadil Akhirah 1000 Hijriah, yang jika dikonversikan ke penanggalan Masehi, jatuh pada hari Sabtu, 28 Maret 1592. 

Informasi tentang wafatnya sang kiai bukan sekadar cerita tutur, melainkan diabadikan dalam ukiran pada daun pintu makam beliau, sebuah karya estetik dari tangan-tangan ahli ukir Kerajaan Sumenep masa itu.

Bila ditarik garis waktu, kehidupan Kiai Ali Akbar beririsan dengan era sejumlah raja Sumenep terdahulu, seperti Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat V (1502–1559) hingga Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro I (1589–1644). Artinya, Kiai Ali Akbar hidup di masa transisi penting Sumenep dari kekuasaan lokal bercorak Hindu-Islam menuju sistem pemerintahan yang mulai dipengaruhi nilai-nilai Islam secara kuat. 

Keberadaan beliau tak bisa dilepaskan dari gelombang dakwah Islam di Nusantara yang berakar pada spiritualitas, pendidikan pesantren, serta transformasi budaya lokal.

Lebih dari sekadar tokoh agama, Kiai Ali Akbar juga punya pertalian darah dengan bangsawan Sumenep. 

Kiai Ali Akbar adalah saudara sepupu dengan Nyai Nurima (atau Nyai Narema), ibu dari Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro alias Bindara Saod, Raja Sumenep ke-30 yang memerintah pada 1750–1762. 

Jadi Raja Bindara Saod adalah keponakan Kiai Ali Akbar. 

Dalam konteks genealogi, kedekatan ini menunjukkan bahwa Kiai Ali Akbar tidak hanya berpengaruh secara spiritual, tapi juga secara politis dan sosial.

Namun, sejarah tak selalu seragam. Di tengah catatan silsilah yang tertulis dan tertutur, muncul perbedaan pandangan di kalangan pengamat sejarah Sumenep. Ada yang beranggapan bahwa Kiai Ali Akbar adalah guru spiritual Bindara Saod. Secara logika kronologis, klaim ini cukup menggelitik, sebab terdapat jarak hampir dua abad antara keduanya. 

Meski begitu, dalam tradisi lisan dan spiritualitas Jawa-Madura, hubungan guru dan murid tak selalu dibatasi oleh ruang-waktu. 

Kadang, yang dimaksud "guru spiritual" adalah ilham, barokah, atau jalur ruhani yang tetap mengalir dari seorang tokoh, meski secara fisik ia telah tiada.


Di sinilah sejarah tidak lagi sekadar hitungan tahun dan naskah kuno, tapi menjadi arena tafsir, memori kolektif, dan simbol identitas. 

Setiap perbedaan pendapat yang muncul bukan untuk dipertentangkan, tapi untuk memperkaya cakrawala pemahaman kita terhadap masa lalu. 

Karena sejarah yang utuh bukanlah satu versi tunggal, melainkan mosaik yang dirangkai dari beragam narasi, sudut pandang, dan keyakinan masyarakat.

Asta (makam) Kiai Ali Akbar Syamsul Arifin bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir seorang ulama. 

Ia adalah titik simpul peradaban yang menyatukan spiritualitas, kekuasaan, dan budaya dalam satu titik tapak. 

Maka tak heran, jika ziarah ke Asta Pakotan bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tapi juga upaya menyelami jejak sejarah Islam Madura yang penuh dinamika dan keagungan. [Surya]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penemuan Mayat di Rumah Kosong Gegerkan Warga Panaongan, Sumenep

Terbaru‼️ R4 Mendapat Jalur Khusus PPPK 2025🔥

Inkanas Ranting Banyu Urip Sinduadi Sering Raih Juara Umum di Kejurda

Penutupan MPLS di SDN Soddara 2 Ditandai dengan Pelepasan Balon dan Makan Bersama

Kiai Ali Akbar Syamsul Arifin: Jejak Wali Pesisir dan Raja yang Menjawab Salam dari Rahim

KKKS Pasongsongan Buka Donasi untuk Bapak Akbar, Guru Honorer PAI yang Derita Penyakit Jantung

Cegah Pengaruh Negatif Sejak Dini, SMA Islam Darunnajah Gelar Sosialisasi Anti Judi Online dan Napza

KKKS Pasongsongan Buka Donasi untuk Bapak Akbar, Guru PAI yang Alami Penyakit Jantung

SMA Islam Darunnajah Gelar Workshop Penyusunan Modul Ajar Berbasis Deep Learning dan AI

Regulasi PPPK Bikin Pusing, Honorer Sumenep Tambah Bingung