Langsung ke konten utama

PUISI Rindu Ayah

kumpulan puisi terbaik ini adalah bagian dari pengalaman pribadi sang penulis, Yant Kaiy

Menerka Hidup
Di antara bangunan putih yang mengkilap,
Rumah sakit berdiri sebagai tempat penyembuhan yang luhur.
Di dalamnya, kehidupan dan kematian bertemu,
Para pahlawan medis berjuang, tanpa lelah mereka berdedikasi.
Di koridor-koridor yang sunyi, suara detak jantung terdengar,
Di ruang operasi, dokter bekerja dengan cermat dan teliti.
Rumah sakit adalah tempat harapan bagi yang sakit,
Tempat ketenangan dan pengobatan, tempat yang berarti.
Di sana, tersenyum perawat, tangan lembut dan penuh kasih,
Menghibur pasien dengan kata-kata yang menguatkan.
Rumah sakit adalah tempat di mana mukjizat terjadi,
Ketika kehidupan pulih dan kembali bersinar.
Namun, rumah sakit juga menyimpan cerita duka,
Ketika kematian menghampiri, dan air mata mengalir.
Tapi di antara segala liku kehidupan yang penuh warna,
Rumah sakit adalah tempat di mana kita mencari perlindungan.
Kita berterima kasih kepada semua yang bekerja di sana,
Para pahlawan yang tak kenal lelah, dalam pekerjaan yang berat.
Rumah sakit adalah tempat di mana harapan menghidupkan cahaya,
Tempat di mana kita menemukan keajaiban penyembuhan setiap hari.

Sang Nelayan
Di tepian pantai yang luas mereka berlabuh,
Nelayan yang gagah berani, hidup dalam kemarau dan badai.
Mengarungi lautan, mencari nafkah di dalamnya,
Nasib mereka bergantung pada gelombang dan cuaca.
Setiap matahari terbit, setiap matahari terbenam,
Mereka melempar jala, mencari hasil tangkapan.
Nelayan adalah pahlawan di laut yang luas,
Mereka berjuang demi keluarga, dengan tekad yang teguh.
Namun nasib nelayan tidak selalu bersinar,
Badai datang menerjang, ombak yang mengganas.
Mereka merasa cobaan laut yang tak kenal belas,
Namun mereka tak pernah menyerah, selalu tegar berdiri.
Mereka membawa ikan segar ke daratan,
Untuk memenuhi meja masyarakat, di kota dan desa.
Nelayan adalah penjaga sumber kehidupan di lautan,
Kita harus menghormati dan melindungi mereka, dengan setulus hati kita.
Nasib nelayan, perjuangan yang tak pernah usai,
Di lautan yang tak kenal ampun, mereka terus berlayar.
Mereka adalah pahlawan yang tak mendapat pujian,
Kita bersyukur kepada nelayan, yang menjaga kita tetap kuat dan hidup.

Pengemis Tua
Di tepi jalan yang ramai, berdiri seorang tua,
Dengan tubuh rapuh, dan tatapan mata yang lesu.
Pengemis tua, hidup dalam kehidupan yang keras,
Meminta belas kasihan, di bawah langit yang terang bintang.
Seiring usia yang menua, ia mengemban beban berat,
Menghadapi dinginnya malam dan teriknya matahari yang panas.
Meski tubuhnya lemah, hatinya masih teguh dan kuat,
Pengemis tua memiliki cerita, hidup yang penuh perjuangan yang tak ternilai.
Dia adalah saksi perubahan zaman, melihat dunia berubah,
Pernah muda, kini seorang pengemis dengan sepatu yang usang.
Tapi dalam senyumnya yang sederhana, terdapat kebijaksanaan,
Dia mungkin tak punya banyak, tapi masih bisa memberi inspirasi.
Kita harus menghormati pengemis tua, dengan kasih sayang dan hormat,
Mengenang pengalaman hidup yang panjang, dan perjalanan yang panjang.
Mereka mengajarkan kita tentang ketabahan dan kerendahan hati,
Pengemis tua, dalam sederhananya, memiliki kekayaan yang tak ternilai.

Potret Ayah Kita
Di tepi jalan yang ramai, berdiri seorang tua,
Dengan tubuh rapuh, dan tatapan mata yang lesu.
Pengemis tua, hidup dalam kehidupan yang keras,
Meminta belas kasihan, di bawah langit yang terang bintang.
Seiring usia yang menua, ia mengemban beban berat,
Menghadapi dinginnya malam dan teriknya matahari yang panas.
Meski tubuhnya lemah, hatinya masih teguh dan kuat,
Pengemis tua memiliki cerita, hidup yang penuh perjuangan yang tak ternilai.
Dia adalah saksi perubahan zaman, melihat dunia berubah,
Pernah muda, kini seorang pengemis dengan sepatu yang usang.
Tapi dalam senyumnya yang sederhana, terdapat kebijaksanaan,
Dia mungkin tak punya banyak, tapi masih bisa memberi inspirasi.
Kita harus menghormati pengemis tua, dengan kasih sayang dan hormat,
Mengenang pengalaman hidup yang panjang, dan perjalanan yang panjang.
Mereka mengajarkan kita tentang ketabahan dan kerendahan hati,
Pengemis tua, dalam sederhananya, memiliki kekayaan yang tak ternilai.

Peduli Sampah
Di bawah langit biru yang cerah, di bumi yang kita cintai,
Tumpukan sampah mengganggu, mengingatkan kita tentang kesalahan.
Sampah-sampah yang terabaikan, membanjiri sungai dan lautan,
Kita harus bergerak bersama, menjaga bumi ini dengan hati yang tulus.
Plastik, kertas, dan barang tak terpakai,
Mengotori lingkungan, menciptakan pemandangan yang malang.
Namun, kita punya kesempatan untuk memperbaikinya,
Dengan mendaur ulang, dan berhemat dalam hidup kita.
Sampah tak harus berakhir menjadi bencana,
Dari limbah kita, bisa tumbuh peluang yang terang.
Kita dapat memulihkan alam, merawatnya dengan cinta,
Sampah bisa menjadi kisah sukses, jika kita bersama-sama berupaya.
Jadi, mari kita sadari, bahwa sampah bukanlah akhir,
Tapi panggilan untuk bertindak, menjadi penjaga alam yang lebih baik.
Dengan perubahan kecil dalam kehidupan sehari-hari kita,
Kita bisa membawa dunia ini ke arah yang lebih berkelanjutan dan damai.

Jalan Tak Bertepi
Di jalan pelosok yang rusak berdebu,
Langkah kaki merangkak, berat, seribu.
Pohon-pohon menari, daun gugur merah,
Kisah lama terukir di lorong berbatu.
Kerikil tajam menggores perjalanan,
Mengiringi kita dalam kisah pelarian.
Namun di antara kerusakan dan derita,
Ada keindahan tersembunyi di setiap tikaman.
Jalan ini mengajar tentang ketabahan,
Menemukan arti dalam perjalanan panjang.
Menghadapi badai, tetaplah berjalan,
Kita akan sampai ke tujuan, sungguh berarti dan tulus.
Di jalan pelosok yang rusak dan sunyi,
Kita temukan diri kita, jiwa yang sejati.
Kita belajar dari setiap batu dan tikungan,
Bahwa hidup adalah petualangan yang tak pernah pudar.

Nyanyian Kebebasan
Kemerdekaan, hening dalam angin malam,
Bendera berkibar, harapan yang bersinar.
Rakyat bersatu, cita-cita yang sama,
Mimpi merdeka dalam hati yang bernyala.
Prahara masa lalu, ketidakadilan pergi,
Dalam perjuangan panjang, hati yang gigih.
Kemerdekaan adalah hak setiap insan,
Untuk mengejar impian dan kebebasan.
Di bawah langit biru, merdeka kita nikmati,
Kebebasan berkicau, seperti burung di langit.
Hormat pada yang pergi, yang berjuang untuk kita,
Kemerdekaan kita, harganya tak ternilai.

Sungai Harapan
Sungai mengalir, kehidupan pun terjalin,
Air mengalir, melukis jejak di bumi yang indah.
Dalam belukar hijau, hutan yang subur,
Sungai memberi makan, sungai penyelamat.
Sumber kehidupan, bagi manusia dan alam,
Sungai yang menjaga, begitu berharga dan jernih.
Hewan dan tumbuhan, mereka semua bersyukur,
Sungai menghidupkan, dengan aliran yang kaya.
Di tepian sungai, manusia berdiam,
Mencari rezeki, dalam sinar mentari bersinar.
Airnya membasahi, memberi kehidupan,
Sungai menyatukan, dalam keajaiban yang luar biasa.
Sungai, peluk dan elok dalam keheningan,
Cerita panjang yang diukir dalam sejarah.
Sebagai sumber kehidupan, begitu berharga,
Kita menjaganya, agar selalu lestari dan abadi.

Kuli Bangunan
Di Malaysia yang jauh, pekerja berlabuh,
Dari Indonesia datang, berjuang dalam usaha.
Nasib mereka, dalam kisah yang panjang,
Berpulang pada keluarga, di tanah air tercinta.
Mereka pergi mencari nafkah dan impian,
Dalam tanah asing, di bawah matahari terik.
Membangun bangunan, merawat ladang,
Kerja keras, harapan mereka selalu setinggi langit.
Namun seringkali, nasib tak terucap,
Perjuangan tersembunyi dalam keringat yang jatuh.
Tetapi pekerja Indonesia, penuh semangat,
Mengukir sejarah, dalam pengorbanan yang suci.
Harap kita ingat, nasib mereka di sana,
Dan wujudkan perlindungan, hak yang adil dan nyata.
Pekerja dari Indonesia, pahlawan tanpa tanda,
Mereka layak dihormati, dan nasib yang sejahtera.

Tulus dan Ikhlas
Di tengah kemiskinan, ada kekayaan dalam hati,
Cara hidup sejahtera, bukan hanya pada harta.
Senyum dan kebahagiaan, tak terhingga di sana,
Dalam kebersamaan, kehangatan, cinta yang tulus.
Mungkin kantong kosong, tapi jiwa penuh kebaikan,
Berpikir positif, dalam setiap musibah yang datang.
Kreativitas dan tekad, menjadi teman sejati,
Di dunia yang keras, kita temukan keindahan yang sejati.
Berkumpul bersama, dalam cerita dan lagu,
Tidak ada batasan, dalam berbagi dan peduli.
Kebebasan adalah kekayaan yang hakiki,
Di tengah kemiskinan, kita temukan rahasia hidup yang sejati.
Mungkin harta dunia terbatas, tapi jiwa kita bebas,
Mengukir jalan sejahtera, di tengah cobaan yang berat.
Kemiskinan hanyalah ujian, bukan akhir dari segalanya,
Cara hidup sejahtera adalah cinta, keberanian, dan semangat yang tak tergoyahkan.

Elegi Cinta
Di antara bunga cinta, kami dulu bersama,
Namun miskin yang menghadang, dan kami terjatuh.
Harta dan kekayaan, seperti angan yang sia-sia,
Pisah karena kemiskinan, cerita pilu yang terurai.
Takdir memisahkan, dalam liku-liku kehidupan,
Cinta kita tumbuh, tapi juga hancur berantakan.
Meski harta terbatas, hati kita pernah bersinar,
Kisah ini mengajar, bahwa cinta sungguh tulus dan luhur.
Kami berpisah, tapi kenangan tak akan pudar,
Kasih yang dulu, selalu dalam hati bersemayam.
Miskin bukanlah penentu, untuk mengukur cinta,
Kasih sejati tak peduli, tentang kantong yang kosong atau penuh.

Rindu Ayah
Di rantau jauh, aku merindukanmu, ayah,
Wajahmu dalam doa, dalam mimpi yang syahdu.
Kehangatan belaian tanganmu yang tulus,
Kisah perjuanganmu, dalam hatiku terukir abadi.
Setiap detik yang berlalu, aku merindukanmu,
Tentang pelukanmu, cerita dan tawamu.
Meski jarak memisahkan, namun cinta tak surut,
Ayah, dalam hati, kau selalu hadir dalam ingatan.
Kisah kita, dalam doa yang tak pernah putus,
Semangatmu mengalir dalam darahku, tak terhenti.
Rindu ayah di rantau, seperti bintang di langit,
Bertutur tentang kasih, kebijaksanaan, dan kebahagiaan yang mendalam.

Mengadu Nasib
Di pintu pegawai negeri, aku mencoba berjalan,
Namun kegagalan datang, seperti angin yang datang.
Impian itu layak, kerja keras ku jajal,
Tapi takdir berkata lain, dan aku harus merelakan.
Kegagalan bukan akhir, hanya babak baru,
Pelajaran berharga, dalam perjalanan hidupku.
Mungkin pintu PNS tertutup, tapi jendela terbuka,
Kisahku belum selesai, ada hal baru yang tumbuh.
Dalam kegagalan, aku temukan tekad yang kuat,
Semangat tak tertandingi, dalam hati yang tulus.
Menggapai bintang, dalam cara yang berbeda,
Kegagalan hanya tonggak, dalam perjalanan kita.

Di Bawah Siraman Terik
Petani garam, di tepian lautan biru,
Mereka menatap laut, sebagai lahan pekerjaan itu.
Dengan matahari yang terik, dan keringat yang gocap,
Mereka berjuang sehari-hari, menghadapi tantangan tiada henti.
Dengan tangan telanjang, mereka bekerja keras,
Mengumpulkan garam, menjadi harta yang berharga.
Nasib mereka terikat dengan siklus air dan matahari,
Petani garam adalah pahlawan, di bawah langit yang cerah.
Kehidupan yang keras, tapi hati yang penuh semangat,
Mereka adalah penjaga rasa asin di atas piring kita.
Petani garam, dengan kehidupan yang sederhana,
Mereka adalah pilar penting, dalam rantai makanan dan ekonomi yang berjalan.

Entahlah! 
Koruptor, penjahat yang menyelinap dalam kebijaksanaan,
Melanggar kepercayaan, mencuri harta bersama.
Dalam bayang-bayang gelap, mereka merencanakan tipu daya,
Mengkhianati negara, dan rakyatnya dengan sia-sia.
Mereka menggoda diri dengan harta yang menggiurkan,
Menyimpangkan dana publik, tindakan yang merusak.
Korupsi adalah racun yang menggerogoti moral,
Menguras sumber daya dan menimbulkan penderitaan sosial.
Namun kita bersatu, dalam melawan korupsi,
Membangun keadilan, mengakhiri ketidakadilan ini.
Harapan kita, masa depan yang bersih dan tulus,
Tanpa ruang bagi korupsi, di dunia yang lebih damai dan sejahtera.

Biodata Penulis 
Yant Kaiy nama asli Suriyanto, lahir pada 1971 di Sumenep. Karya-karyanya tersebar di berbagai media massa cetak, antara lain: Jawa Pos, Karya Darma, Bhirawa, Majalah Kuncup, Jayakarta, Swadesi, Tabloid Idola, Berita Yudha, Mutiara, Sinar Pagi, Berita Buana, Surabaya Post, dan lain-lain.
Novelnya berjudul “Ombak dan Pantai” diterbitkan Karya Anda Surabaya sebanyak 20 seri.
Buku cerita anak karyanya antara lain: Bung Karno, Bung Hatta, Cerita Rakyat Madura “Kortak”, Pesan Ibu (Penerbit Papas Sinar Sinanti, Depok); Halima, Cerita Rakyat Madura “Ki Moko”, Kumpulan Cerita Anak (Penerbit Garoeda Buana Indah, Pasuruan).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p