Langsung ke konten utama

Budaya Gila Indonesia

Catatan: Yant Kaiy

Sungguh keterlaluan. Budaya gila telah menjadi tradisi di Indonesia. Demi memperkaya diri sendiri, ia menceburkan harga dirinya ke lembah nista. Menghalalkan segala cara karena cinta dunia.

Saat ini jual beli jabatan di lingkungan instansi pemerintah dan swasta sudah bukan rahasia lagi. Sistem titip, sogok sana-sini, potong gaji beberapa bulan setelah bekerja, nepotisme dan entah apalagi sinonimnya, semua telah mewarnai negeri ini. Uang jadi raja, membudaya disegala aspek kehidupan kita.

Lebih miris, memilih sekolah favorit bagi seorang siswa wajib pakai duit bila otaknya lemot. Kalau tidak, pasti terdepak. Benar-benar gila.

Beasiswa hanya sebagai upaya gerakan pembersihan diri. Sekadar menutupi aib. Sedangkan jalur prestasi diisi mereka yang punya talenta nomor wahid. Tujuan akhir, lembaga pendidikan tersebut nanti turut terangkis dari degadrasi pencetak siswa terbaik.

Peringatan keras dari penegak hukum dan kebenaran tak mampu memberangus budaya gila ini. Semua sekadar basa-basi.

Penyuplai data penyimpangan tentang kenyataan ini sulit kita deteksi. Susah kita bongkar. Sebab lembaga survei bisa dibeli dan dipesan oleh siapa pun yang beruang.

Warga masyarakat hanya bisa berdesas-desus. Ngerumpi tak ada ujung-pangkalnya. Sebab mereka juga pernah mempraktikkan budaya gila senada.

Uang Rokok

Budaya gila juga menjangkiti sistem antrian. Ada uang rokok pasti didahulukan. Biarpun daftar belakangan.

Pada Juni 2023 kemarin, saya mengantar tetangga berobat kesalah sebuah rumah sakit di Pamekasan. Antrian cukup panjang. Tapi tetangga saya walau datang belakangan langsung mendapat panggilan. Alasan pegawai rumah sakit, kemarin sudah mendaftar via telepon.

Saya telisik kebenarannya. Ternyata pihak keluarga si sakit bilang sama saya, dirinya telah memberi uang rokok yang diselipkan pada berkas pendaftaran. Kalau tidak, mungkin harus kembali besok.

Budaya gila tidak mau kompromi. Mencabik-cabik rasa malu yang pernah diwarsikan oleh nenek moyang kita.

Kebanyakan orang terbawa arus deras. Menenggelamkan perasaan malu hingga tidak kelihatan. Kalau tidak ikut budaya gila, mungkin tersisih dari pergaulan.

Lantas sampai kapan budaya gila ini lenyap dari wajah bangsa ini? Jawabnya bergantung pada kita. Tak ada kamus terlambat. Mulailah dari keluarga sendiri dulu. Budayakan kejujuran. Tanamkan akhlakul karimah. Insya Allah budaya gila terbabat habis.[]

- Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p