Langsung ke konten utama

Kesenian Gantiran Macopat Sambung Tresno Pasongsongan

Haji Abdurrahman Sempong (kanan) bersama Yant Kaiy dalam perbincangan di kanal YouTube Apoy Madura. [Foto: Yant Kaiy]

SUMENEP, apoymadura.com - Sebagian besar kaum muda era sekarang masih belum banyak tahu tentang apa itu kesenian Gantiran (baca: gentiren). Kesenian yang satu ini ada seiring dengan lahir dan berkembangnya kesenian Macopat Madura di bumi Sumenep. Sabtu (10/12/2022).

"Kesenian Gantiran merupakan perpaduan dari dua kesenian, yaitu Macopat dan gamelan. Didalam Gantiran ada gending-gending Macopat Madura yang sesekali diiringi irama gamelan," terang Haji Abdurrahman Sempong dirumahnya, Dusun Sempong Timur Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep Madura.

Lebih jauh ketua Perkumpulan Macopat Sambung Tresno ini menjelaskan, kesenian Gantiran tetap mengusung kesenian Macopat secara utuh. Maksudnya, tembang-tembang Macopat tetap dilagukan seperti biasanya. Setelah itu Macopat diartikan dengan memakai bahasa Madura.

Sebutan bagi orang yang mengartikan itu dinamakan pamaksod. Tugas pamaksod sebenarnya sangat berat, karena ia harus bisa mengartikan tembang berbahasa Jawa kedalam bahasa Madura. Disamping itu, pamaksod harus bisa menyanyikannya dengan irama tertentu. 

Di sela-sela berkumandangnya tembang-tembang Macopat, sesekali irama gamelan mengalun lembut sesuai dengan tembang yang ditampilkan. 

"Alhamdulillah, saat sekarang Perkumpulan Macopat Sambung Tresno Pasongsongan mulai menggagas kesenian Gantiran. Kita tahu, memang tidak semua penembang Macopat bisa meleburkan suaranya kedalam kesenian Gantiran. Ada kesulitan tertentu dalam mengawinkan tembang Macopat dengan irama gamelan. Dibutuhkan skill khusus. Skill itu dapat diperoleh dengan banyak berlatih," ucap Haji Abdurrahman.

Harmonisasi tembang Macopat dengan gamelan merupakan sebuah keniscayaan. Tidak ada nilai tawar bagi seorang penembang Macopat untuk tidak menjaga nuansa 'kawinnya' suaranya dengan irama gamelan.

"Kami tetap mengayomi para penembang Macopat yang masih belum bisa beradaptasi dengan  irama gamelan," pintasnya. 

Dalam sesi latihan bersama yang digelar tadi malam, Sabtu (10/12/2022), hadir beberapa pakar Macopat dari beberapa desa di wilayah Kabupaten Sumenep. Diantaranya dari Desa Pasongsongan, Desa Panaongan, Desa Padangdangan, Desa Soddara, dan Desa Lebeng Barat.

Sedangkan dari Kabupaten Pamekasan datang dari Desa Bindang dan Desa Dempo Timur Kecamatan Pasean.

Ditelisik dari usia para pakar Macopat yang hadir tersebut, usianya rata-rata 60 tahun lebih. Tidak ada yang dibawah 50 tahun.

Namun Haji Abdurrahman tetap optimis kalau kesenian Gantiran akan tetap lestari. Kendati kemungkinan besar peminatnya tidak terlalu banyak. Tidak seperti ketika tahun 70-an.

Rasa optimis itu bukan tidak beralasan. Sebab warga masyarakat di pelosok desa masih banyak yang menyukai irama gamelan. Otomatis Gantiran akan tetap ada selama gending-gending itu tetap berkumandang.

"Lewat Perkumpulan Macapat Sambung Tresno, kami akan terus membuat gerakan atau trik, bagaimana caranya kesenian Macapat Madura bisa tetap ada di bumi nusantara ini," tegas pria berkumis tersebut. [Kay]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p