Langsung ke konten utama

Pak Bupati, Bertindaklah!

Oleh: Sulaisi Abdurrazaq

(Praktisi Hukum dan Pemerhati Politik Arus Bawah)

"Pemimpin berpikir dan berbicara tentang solusi. Pengikut berpikir dan membicarakan masalah."  (Brian Tracy)

Kisruh Pilkades kerapkali disikapi biasa-biasa saja, kecuali diikuti perilaku vandalisme yang banal, sebagaimana peristiwa perusakan sejumlah fasilitas di sekretariat Pilkades Panaguan Proppo Pamekasan. Selasa (8/3/2022).

Peristiwa itu mendadak viral, karena terdapat sejumlah orang yang menjinjing dan mengacungkan celurit serta pisau secara terbuka di muka umum dan di depan mata petugas kepolisian dengan kalimat "bunuh saja Panitia (Pilkades)".

Terhadap peristiwa tersebut, menurut penyidik, hanya satu Tersangka yang  ditangkap. Yang lainnya, terserah penyidik-lah. Alasan utama, BB sajam belum ketemu. He he...

Protes dapat terjadi tanpa dipandu, tapi solusi memerlukan sikap tegas dan tidak otoritarian.

Rekan sejawat pernah meminta pendapat tentang dua peristiwa Pilkades di Pamekasan, Desa Tamberu dan Panaguan. Saya jawab begini:

Untuk Desa Tamberu tidak perlu saya tanggapi, karena saya bukan pengacaranya. Tapi untuk Panaguan, perlu saya respon.

Bagi saya, sumber masalah pertama Pilkades Panaguan itu karena Panitia Pemilihan tidak mau membuka pendaftaran kembali setelah Bakal Calon Kepala Desa kurang dari dua orang.

Karena itu warga menggelar pesta protes kepada Panitia Pemilihan, Panitia tingkat Kecamatan dan tingkat Kabupaten, termasuk ke Polres Pamekasan, karena Kapolres termasuk salah satu tim panitia Kabupaten dari unsur Forkopimda.

Keesokan harinya, Panitia Pemilihan membuka pendaftaran kembali untuk jangka waktu 20 hari sejak tanggal 8 sampai 30 Maret 2022.

Masalah kedua, Panitia Pemilihan mengundurkan diri dan hingga saat ini Pilkades Panaguan tak jelas ujung pangkalnya.

Warga Panaguan sudah berikhtiar agar demokrasi arus bawah tetap sehat. Mereka berkali-kali menggelar aksi ke Polres, depan PMD, Rumah Dinas Sekda dan depan Kantor Bupati. Tapi, seluruh ikhtiar mereka diabaikan.

Menurut saya, dalam lalu lintas kebisingan, pemimpin harus hadir dan tidak boleh menghindar.

Pemimpin harus menjadi problem solver. Itulah leadership. Mengapa demikian? Karena belum tentu anak buah dapat menerjemahkan kehendak pimpinan secara utuh.

Problem solving itu proses mental dan intelektual dalam memecahkan masalah by data dan informasi yang shohih.  Sehingga pimpinan dapat mengambil kesimpulan dan keputusan yang tepat. Anak buah harus memberi informasi yang tepat kepada pimpinan.

Dalam konteks Pilkades Panaguan, menurut saya, Bupati harus bertindak, agar ada kepastian hukum bagi rakyat.

Apa semestinya tindakan Bupati? Jawabannya harus kita buka landasan yuridisnya, yaitu Perbup.

Pasal 21B ayat (1) Perbup Pamekasan No./11/2022 tentang Perubahan Kelima atas Perbup Pamekasan No./18/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa:

"Dalam hal Bakal Calon Kepala Desa yang memenuhi persyaratan tetap kurang dari 2 (dua) orang setelah pembukaan kembali pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4), Bupati menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa sampai dengan waktu yang ditetapkan kemudian.”

Dengan demikian, kendali Pilkades ada di tangan Bupati.

Kok bisa? Ya jelas bisa. Karena secara kronologis, Pilkades Panaguan telah dibuka dua kali. Setelah itu Bakal Calon tetap kurang dari dua orang. Karena itu, Bupati harus berani bertindak sebagai pemimpin. Memberi solusi, mengakhiri kegamangan dan ketidakpastian hukum.

Jika Bupati berani bertindak, masalah Panaguan selesai. Pilkades Panaguan bisa ditunda sampai waktu yang ditetapkan kemudian, Kamtibmas bisa lebih kondusif.

Tapi itu hanya pendapat. Selebihnya, Bupati dan tim-lah yang menentukan. Salam hangat.[]

Editor: Yant Kaiy





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p