Dilema Bingkisan Idul Fitri 2021
Catatan: Yant Kaiy
Hari
puasa ke-21 saya bersama seorang teman pergi ke salah seorang publik figur di
Kota Sumenep. Disamping itu dia memiliki
sebuah perusahaan berskala nasional yang karyawannya tidak sampai 17 orang.
Kami
ke kantor dia bukan untuk meminta bingkisan Lebaran, tapi soal kerja sama
promosi perusahaan dia di media apoymadura.com.
Karena
pandemi Covid-19 masih belum reda di tanah air, otomatis roda bisnisnya tidak
berjalan normal. Omsetnya pun turun drastis. Yang bisa dilakukan perusahaan diupayakan
tidak gulung tikar. Sebagai bos tentu dia sangat kasihan kepada seluruh karyawan
yang menggantungkan hidup keluarganya ditempat mereka bekerja.
Di
tengah kondisi perekonomian sulit, sang publik figur dihadang permasalahan
pelik lagi, yakni soal bingkisan Lebaran 1442 Hijriah. Seperti kebiasaannya,
setiap Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, dia selalu memberikan bingkisan
kepada seluruh karyawan dan orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya.
Karena
sudah menjadi tradisi, dia menarik tabungannya di bank untuk berbelanja sarung,
sirup dan kue serta duit Rp 100.000.-Nilainya tentu tidak sedikit. Karena
barang-barang yang dibelinya berstandard kelas menengah.
Setelah
pembicaraan kami tentang kerja sama selesai, si publik figur memberikan parcel
Lebaran kepada teman dan saya. Parcel tersebut kalau saya nominalkan berkisar
Rp 100.000,- plus angpau.
Dari
analisa pembicaraan kami tentang bingkisan Lebaran, ada tendensi kalau dia
sangat terpaksa. Sebab dana yang dikeluarkan untuk parcel tersebut mencapai
puluhan juta rupiah.
Di
tengah perjalanan pulang, saya dan teman tersadar kalau tokoh publik itu tidak
punya duit. Dia ‘terpaksa’ pinjam uang kepada teman saya agar dirinya tidak
dikatakan ‘pelit’ di Lebaran kali ini. Atau bisa jadi supaya namanya tetap semerbak. Kasihan sekali.[]
Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.