Riwayat Syekh Ali Akbar Pasongsongan (13)
Penulis: Yant Kaiy
Guru
Spiritual
Syelh
Ali Akbar sebagai manusia biasa yang hidupnya sangat sederhana. Syekh Ali Akbar
tidak memiliki rumah yang layak walaupun demikian ia adalah seorang ustadz
(guru mengaji Al-Qur’an) yang santrinya dari sekitar tempat tinggalnya. Beliau
sangat tekun mengajari santri-santrinya dengan ilmu agama. Ia sangat perhatian
dalam mengajari para santrinya yang masih anak-anak. Penuh kasih-sayang dalam
membimbing mereka agar kelak menjadi anak yang berguna bagi kedua orang tuanya.
Selain
sebagai ustadz, beliau juga dikenal oleh
banyak kalangan sebagai guru spiritual. Banyak diantara mereka yang berdatangan
meminta petunjuk jalan akhirat yang sebenarnya. Mereka menganggap Syekh Ali
Akbar adalah guru thorikoh satu-satunya
di Pasongsongan di jaman itu.
Thorikoh merupakan ajaran Islam special yang akan membawa jemaahnya ke jalan
Allah SWT lewat amalan dzikir dengan mengosongkan alam pikiran menyatu dengan
Sang Khalik.
Thorikoh
juga memiliki pengertian, bahwa ia
adalah sebuah metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam
mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Allah. Dengan berthorikoh
seseorang akan memiliki perasaan takut kepada Allah sehingga timbul pula dalam
diri seseorang itu sebuah usaha untuk menghindarkan diri dari segala macam
bentuk pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lupa kepada Allah. Dengan
berthorikoh pula seseorang akan mampu mewujudkan rasa ingat kepada Allah Dzat Yang
Maha Besar dan Maha Kuasa atas segalanya, yakni dengan menjalankan amalan wirid
dan dzikir yang dibarengi dengan tafakkur yang secara terus menerus.
Sedangkan
thorikoh yang dianut oleh Syekh Ali Akbar adalah thorikoh sammaniyah. Menurut
Agus Sugianto,S.Pd., thorikoh sammaniyah adalah thorikoh pertama yang mendapat
pengikut massal di nusantara. Thorikoh ini didirikan oleh Muhammad Samman yang
berasal dari Madinah. Banyak orang Indonesia, terutama dari Aceh yang pergi ke
sana mengikuti pengajarannya. Oleh sebab itu amat tidak mengherankan kalau
thorikoh ini banyak dianut oleh orang Aceh. Karena antara Syekh Ali Akbar
dengan Kerajaan Aceh memiliki jalinan persahabatan, maka beliau pun akhirnya
mendapat bimbingan dari orang-orang Aceh yang berkunjung ke Pasongsongan. Kendati
sebenarnya Syekh Ali Akbar sendiri sudah mencapai maqom makrifat akan tetapi
beliau tetap terbuka dalam menimba ilmu keislaman. Ditambah lagi dengan
seringnya Nyai Agung Madiya (putri Syekh Ali Akbar) pergi ke Aceh dalam rangka
membantu Kerajaan Aceh mengusir penjajah Belanda. Dari Nyai Agung Madiya pula
kesenian samman yang dibawa dari Aceh masuk ke Pasongsongan dan sampai sekarang
masih dilestarikan oleh beberapa keturunan Syekh Ali Akbar. Sedangkan aliran
thorikoh sammaniyah juga berkembang dengan pesat di Pasongsongan.
Kendati
Syekh Ali Akbar tidak memiliki pondok pesantren sebagai wadah bagi dirinya
menyalurkan ilmu agama kepada para santrinya. Hanya sebuah langgar (musalla)
kecil yang terbuat dari kayu berdinding anyaman bambu. Kendati keadaannya demikian,
para santrinya merasa nyaman berada di surau tersebut. Pemimpin Kerajaan
Sumenep Raja Bindara Saod juga merupakan salah satu santrinya. Ya, Sang Raja
banyak menimba ilmu dari Syekh Ali Akbar. Ilmu yang mungkin tidak ia peroleh di
saat dirinya dulu mengaji Al-Qur’an. Raja
Bindara Saod juga belajar thorikoh kepada Syekh Ali Akbar dalam beberapa
kesempatan. Raja Bindara Saod juga banyak belajar ilmu-ilmu lain kepada Syekh
Ali Akbar, yaitu ilmu-ilmu agama yang bisa membentengi dirinya dari segala
bentuk marabahaya yang dapat mengancam jiwanya.
Kita
memaklumi bersama, jaman dulu seorang raja memang harus mempunyai kelebihan
ilmu ketimbang rakyat jelata. Ia harus sakti kalau bisa. Paling tidak sang raja
wajib pintar. Kenapa demikian? Jaman dulu berbeda dengan era sekarang. Seorang
pemimpin jaman dulu akan tergeser dengan orang lain yang lebih baik dari
segala-galanya. Bentuk-bentuk pemberontakan adalah salah satu bukti kuat kalau
kerajaan selalu menjadi rebutan. Siapa yang bisa mengalahkan yang kuat dan yang
pintar, berarti dirinya akan menjadi pemimpin. Karena kalau hanya mengandalkan
jalur keturunan, hal itu akan mudah tergantikan atau akan tergusur dengan
seseorang yang lebih baik darinya; baik itu lebih kuat dan lebih sakti dari
dirinya. Itulah kenyataannya dan hal itu tidak bisa dipungkiri. Kita pun bisa
membaca sejarah pemimpin-pemimpin jaman dulu yang berhasil menjalankan roda
kepemimpinannya setelah melewati berbagai tantangan yang menjadikan maut
sebagai taruhannya. Kebanyakan dari mereka yang jadi pemimpin adalah orang-orang
yang terpilih dari segi kesaktiannya. Suka tidak suka, hal itu bukan cerita
isapan jempol belaka, melainkan sebuah fakta yang nyata terjadi di masa silam.
Berbeda
dengan jaman sekarang, seorang pemimpin umumnya memakai media politik sebagai
kendaraannya dalam merebut kekuasaan. Tak jarang pula ada dari mereka yang menghalalkan segala cara untuk bisa
memenangkan pemilihan. Kecurangan yang diperbuatnya dibungkus dengan label
hukum kentara bahwa dirinya tidak berbuat
curang. Semua solah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Agus
Sugianto, S.Pd. menambahkan, sebenarnya Syekh Ali Akbar memiliki ilmu thorikoh
tingkat tinggi, bahkan beliau adalah ahli ma’rifat. Detak jantungnya dan
keluar-masuk nafas beliau adalah kalimat Allah. Bahkan sekujur raganya
senantiasa berdzikir kepada Allah Yang Maha Mengetahui. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.