Refleksi Sejarah Pasongsongan



Catatan: Yant Kaiy

Dari sekian banyak seminar pariwisata, bincang budaya, diskusi, lokakarya pembicaraan seputar sejarah dan pernak-pernik seni budaya Desa Pasongsongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep, ternyata para narasumber jarang fokus mengungkap salah unsur pembangunnya. Sejatinya sebagai pemateri ahli (berlabel pakar) itu bisa mengupas 50 persen keberadaan Desa Pasongsongan. Ini penting, karena bincang budaya atau seminar pariwisata yang dihadiri dan dilaksanakan di Pasongsongan, seharusnya bisa memberi nilai tambah bagi wawasan penduduk setempat. Paling tidak masyarakat akan tercerahkan. Sehingga ada rasa bangga dan cinta pada tanah kelahirannya.

Kadang saya dibuat geli, ketika seorang pembicara bertanya terhadap para peserta seminar tentang asal-usul nama Desa Pasongsongan. Ini terdengar ganjil dan terkesan lucu. Sedangkan tema yang diambil erat kaitannya dengan Pasongsongan itu sendiri. Pemateri lokakarya lebih banyak mengetengahkan konsep dan solusinya. Penyaji diskusi acapkali mengambil sampel luar daerah yang mereka tahu dari bahan bacaan, bukan dari lapangan.

Atau ketika saya mengikuti bincang kebudayaan tentang Pasongsongan, penyaji tak bisa merekontruksi poin penting sebagai alternatif solusi dari sekian banyak persoalan yang melingkupinya, sehingga ada kemufakatan bersama bagaimana cara wujud Pasongsongan kedepan lebih bermartabat. Lebih dikenal oleh masyarakat luar tentang potensi yang ada didalamnya.

Pengalaman kurang baik ini semoga dibelakang hari tak terulang. Sebab Desa Pasongsongan memiliki sejarah gemilang di masa lampau. Ada Syekh Ali Akbar Syamsul Arifin tokoh sentral  lahirnya nama Pasongsongan. Panglima perang wanita Kerajaan Sumenep, Nyai Agung Madiya yang tak lain putri dari Syekh Ali Akbar. Pelabuhan Pasongsongan menjadi gerbang Raja-raja Sumenep jikalau mau pergi ke luar Pulau Madura. King berasal dari Tiongkok Tibet yang menjadi elemen penting bagi kemajuan Pasongsongan dari sisi perniagaan. Atau Zikir Samman yang merupakan seni tradisi bernafaskan Islam dibawa langsung Nyai Agung Madiya dari Aceh.

Bukannya kita menyepelekan atau menganggap lokakarya yang tidak mengelupas semua poin tersebut. Alangkah bijak kalau bincang budaya mengambil satu porsi tema tentang Pasongsongan. Sehingga ada nilai tambah yang memungkinkan bagi masyarakat untuk lebih dekat lagi dengan budayanya sendiri.[]

Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

KB-PAUD Sabilul Rosyad Desa Pagagan Menerima Kunjungan Asesor Akreditasi

PB Elang Waru Jalin Persahabatan dengan PB Indoras Sumenep

Mitos Uang Bernomer 999

Sekolah Hebat, SDN Padangdangan 2 Gelar Program Bersase Setiap Sabtu

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Di SDN Padangdangan 1 Digelar Isco Pediyah, Ajang Asah Kecerdasan dan Spiritual Siswa

MWC NU Pasongsongan Hadirkan Kiai Said Aqil Siradj: Menyambut Hari Santri dengan Pencerahan untuk Umat

Dua Siswi SDN Padangdangan 2 Ikuti Ajang ISCO MIPA 2025 di SDN Pasongsongan 2