Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (24)



Novel: Yant Kaiy

Aku tak menipu membuat sandiwara dalam permainan asmara di persimpangan rayuan berkeliaran. Berdiri sema tinggi duduk sama rendah...

Aku traktir dia makan dan minum ala kadarnya sebagai tanda persahabatan abadi dalam lingkaran derita hampir mirip seperti apa kumainkan di layar. Aku dapat meraba bahwa dia sudah mengharapkan lebih banyak dari apa yang sudah kuberikan namun aku tak bisa untuk mengulang dosa lebih banyak, apalagi perbuatan tersebut menjanjikan neraka. Aku masih mampu berpikir waras tidak seperti hewan gampang tersulut nafsu setan, rangsangan senyum saja membuat terkubur keimanannya bersama belas kasih.

Kemudian aku bayar semampuku biarpun aku tak makan dan minum dua hari demi melihat senyum rapuhnya tidak ceria lagi karena dia tahu aku tak sanggup sebagai lelaki memberikan apa yang dipintanya, kecuali masukan iman kuselipkan senantiasa kepada genggaman erat tangannya nan lembut, mengajak, memberikan kesempatan untuk lebih cepat bernafsu menghabis kan kejantanan, lebih agresif dalam mengambil hatiku, lebih dari segala-galanya yang tidak mungkin kusebutkan di sini.

Kami menjadi dua boneka pertunjukan karena tawa tiada berujung sangat keras seperti mereka telah habis minum bangkai binatang. Aku pun tak memiliki teme cerita khayal  mujarab bagi berlangsungnya percakapan diantara cinta hambar berbau duka. Perdebatan tertentu bukan sekadar mencari menang, tentang kebenaran hidup dalam sepotong perjuangan dalam membasmi kedukaan berlarut, sebab tak mudah mencari terobosan dalam mengantisipasi diri sendiri untuk terus terpuruk di kegersangan.

Kemarau senantiasa...

Kuketuk hatinya...

Benang kisah itu berurai !

Aku pun terbuai.

Lantaran aku tak pandai membaca isyarat kupu-kupu malam sesungguhnya karena diriku bukanlah gladiator yang pandai mempermainkan gerak-gesit pedang, sekadar congkak terlihat perkasa pada sebuah pertunjukan di panggung kehidupan. (Bersambung)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p