Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (15)

 


Novel: Yant Kaiy

Biarlah aku berdiri tegak dari bentuk kehidupan lumpur hitam. Tak ingin aku menyalahkan siapa saja lantaran diri ini masih berada dalam kumpulan umat terbuang. Aku masih memiliki citra diri, martabat, cita-cita mulia, hak pada akhlak terhormat lebih dari masa silam. Berlaku baik, memberikan pelita terang terhadap sesama sebagai bekal kehidupan kelak di akhirat.

Sungguh, aku tak ingin sia-sia berkelana. Aku butuh waktu lama untuk membangun, merombak tatanan sosial, menata langkah dalam menggali ragam pengembaraan di sudut kota kumuh oleh manusia tidak peduli terhadap lingkungannya sendiri. Lalu aku sulit membedakan nuansa kemewahan, gemerlap lampu-lampu kota yang terdapat di antara kesibukan dan persaingan tak menentu lagi keras.

Dari tempat duduk yang agak jauh dari kilas mataku nan letih, aku mendapatkan sosok Ibu yang sesungguhnya; dia tidak tertawa, kecuali alis matanya tebal mempesona, rambut ikalnya seolah tak terurus, berjatuhan ke tanah yang senantiasa becek dengan kencing dan peluh kemaksiatan, mengalirkan ragam perjuangan tak pernah lenyap terkikis waktu dan keadaan memaksa raganya berkelepak sebagai bukti pengabdian. Dia kembali melirikku lewat ekor matanya nan tajam namun tak bengis seperti bayangan wanita tempo dulu di jaman kerajaan. Dia berkelebat dan menghilang di antara kerumunan kupu-kupu malam lainnya, bersetubuh bersama waktu, membuatnya mampu bersikap terhormat pada penampilan lebih dewasa, lebih mapan membawa dirinya di pelataran nafsu dan uang.

Aku menelisik, bergerak tak peduli lainnya. Kubawa mimpi dan pengharapan. Kudapatkan kembali dia sedang memberikan senyum manis kepada para tamu yang hadir dengan uang dan kemewahan serta janji melambung di antara mega-mega.

Kau tak takut dengan mereka?”

“Tidak.”

“Tapi kenapa kau sembunyi?”

" Kau mengejarku dengan bola matamu...

Suasana senyum, tawa, kebahagiaan palsu terhampar diantara desakan hasrat membuncah. Tak ada lagi usia sebagai penghalang pada asmara berdebu menyesakkan rongga dada. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p