Langsung ke konten utama

Memupuk Anak agar Mandiri (Bagian I dari 4 Tulisan)

Kegiatan melipat baju sendiri dimulai sejak kecil. (Foto: Yant Kaiy)

Artikel Keluarga: Yant Kaiy
Berbagai keluhan dan pujian dari kalangan orang tua mengenai kondisi dan pendidikan anak-anak senantiasa menyita perhatian keluarga. Mapan memang apabila seorang anak dalam hal pelajaran sangat bagus dan pintar, kreatif serta santun pada orang tua.

Tetapi banyak juga anak-anak yang telah umur sembilan tahun sangat berani atau justru sering menangis. Kita semua sadar, memang kehidupan manusia di atas planet bumi sudah turun temurun, namun pendidikan anak masih merupakan suatu hal yang sangat perlu untuk mempelajarinya serta bagaimana mendidik anak yang baik. Sebab tumbuh kembang anak biasanya dipengaruhi juga oleh perkembangan jaman.

Karakter, pribadi, sikap, dan tingkah laku anak bermacam-macam. Bergantung dari pendidikannya di lingkungan anak tersebut tinggal. Juga keluarga, masyarakat sekitar (lingkungan) dan sekolah. Pada umumnya cara mendidik yang diterapkan orang tua pada anak banyak dipengaruhi pengalaman dan kepribadiannya.

Suatu contoh, si orang tua sewaktu kecil memperoleh pendidikan yang keras dari orang tuanya. Hal ini biasanya kalau mendidik anaknya akan melakukan cara yang sama. Ditambah lagi mereka percaya bahwa cara itulah yang sangat baik dalam mendidik anak.

Menurut M. Enoch Markum dalam bukunya:  “Anak, Keluarga dan Masyarakat”, menjelaskan bahwa umumnya orang tua sering tidak menyadari akibat sampingan dari pendidikan yang sangat keras atau otoriter. Padahal suatu hasil penelitian mengungkapkan, bahwa sikap tersebut dapat mengakibatkan anak tidak mempunyai inisiatif, tidak dapat berdiri sendiri dan biasanya mengalami kesulitan daIam mengungkapkan tentang dirinya.

Memang setiap anak umumnya mempunyai keinginan-keinginan untuk menciptakan sesuatu, dan anak tersebut pasti memiliki bakat-bakat tertentu atau kekuatan-kekuatan, yang bilamana dapat memuaskan anak kalau kesemuanya dapat dikembangkan.

Oleh karena itu patutlah memperhatikan, mempelajari dan mencoba memahami keinginan dan kemauan serta pandangan-pandangan anak. Dalam perkataan lain, anak harus diberikan kebebasan-kebebasan untuk mengembangkan dirinya. Kalaupun orang tua harus bersikap otoriter, hal tersebut jangan ditujukan untuk mematikan daya kreasi anak, melainkan justru membantu pembentukan kepercayaan diri anak.

Dalam arti lain, sikap otoriter hanya untuk diperlihatkan oleh orang tua apabila anak merasa bingung dalam mengembangkan daya cipta dan kreasinya. Begitu juga sikap teratur yang ditanamkan pada anak bukan didasarkan pada takut akan hukuman orang tuanya, namun demi kesenangan serta kebahagiaannya.

Dengan kata lain, walaupun cara hidup yang teratur yang harus dipatuhi anak, namun hal itu diciptakan orang tuanya sesungguhnya milik dirinya.  Menurut Enoch, cara hidup teratur yang kita tanamkan, hendaknya dirasakan fungsi dan kegunaannya atau manfaatnya oleh anak. Anak tersebut diupayakan menyadari bahwa apabila tidak teratur, maka anak tersebut akan menderita.


Misalnya dengan makan yang tidak teratur akan mengakibatkan sakit perut. Demikian Juga, jika ia tidurnya tidak teratur akan mengakibatkan kepusingan kepala. Dengan keteraturan dalam rumah tangga, anak akan mempunyai pegangan yang pasti dalam bertingkah laku.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p