Langsung ke konten utama

Kaum Aborigin di Australia

Wanita Aborigin Australia (Foto: bbc.com)

Artikel Budaya: Yant Kaiy

Kehidupan kaum Aborigin di Australia ternyata telah ada sejak 40 ribu tahun lalu, terutama seni yang bersifat religi, erat kaitannya dengan Sang Pencipta. Lambat laun ungkapan seni tersebut beralih pada nilai-nilai rasional, sejalan dengan kebutuhan hidup, serta pelestariannya.

Hadirnya kaum Aborigin pada awalnya berkelompok-kelompok kecil ketika jaman es. Penduduk pertama Australia tidak membentuk semacam satu kelompok. Setelah berabad-abad kemudian, barulah berkembang serta membentuk kelompok-kelompok sosial. Inilah awal yang menimbulkan beragam bahasa serta kebudayaan. Ketika pertama kali Bangsa Eropa tiba di Australia (1788), diperkirakan terdapat sekitar 200 ribu hingga 500 ribu penduduk Aborigin yang terbagi atas 200 kelompok bahasa dan terpecah lagi menjadi ratusan dialek.

Berdasarkan berbagai bahasa serta dialek, akhirnya kaum Aborigin memiliki kemampuan dalam menulis, kesemuanya itu diturunkan melalui komunikasi mulut hingga generasi sekarang. Namun sejak 20 tahun belakangan ini banyak yang terpengaruh kebudayaan Eropa. Sekitar tahun 1920 dan 1930 di daerah kaum misionaris Yirrkala, Milingimbi dan Oenpelli di Arnhem Land, melalui dorongan-dorongan kaum misionaris dan etnograp, lukisan-lukisan kaum Aborigin banyak yang dijual.

Lukisan di atas kayu sebenarnya sudah ada sebelum kedatangan Bangsa Eropa. Setiap tahun ia membuat lukisan di atas kayu pada waktu-waktu luang. Lukisan kaum Aborigin ini banyak terkenal di Australia. Kemudian lukisan-lukisan kaum Aborigin tersebut dikembangkan di sekitar wilayah Utara (Northern Territory). Media yang dipakai buat melukis oleh kaum Aborigin yaitu semacam pewarna yang disebut ’ochre’ yang dapat diaduk serta dicampur air, yang menghasilkan cat buat melukis. Sedangkan kuasnya dibuat dari lapisan kayu sisa atau dari ranting kayu kecil atau bahkan dari rambut manusia. .

Di seluruh Australia juga banyak ditemukan kesenian yang ditata di atas batu, yaitu berupa lukisan yang diguratkan hingga menjadi suatu seni. Pertanda inilah ungkapan awal kehadiran kaum Aborigin yang pertama kali. Peninggalan ini berusia kurang lebih 28 ribu tahun. Lukisan ini dapat terlihat di punggung bukit batu yang membentang dari daerah tropis utara. Yang paling banyak terdapat di daerah utara (Northern Territory), terutama di Taman Nasional Purbakala Kakadu, di sebelah Barat Arnhem Land.

Di daerah ini banyak ditemui lukisan yang menggambarkan berbagai jenis hewan, mencerminkan lingkungan serta perubahan alam yang terjadi pada ribuan tahun yang silam. Juga terlihat kerangka manusia dan binatang. Lukisan tersebut hingga kini masih tetap digunakan oleh beberapa kaum Aborigin yang berusaha terus mempertahankan nilai mitologi.

Dalam ajaran mitologi, dipercayai ketika masa silam dan dunia gelap tanpa bentuk, ketika itulah muncul makhluk leluhur atau dreaming yang tersebar di daratan bumi, membangun segala macam tumbuhan, hewan dan lain-lain yang lebih dikenal sebagai dunia. Makhluk tersebut bermacam-macam yang terkadang mencerminkan atau bertransformasi mengubah bentuk diri menjadi tumbuhan, hewan atau fenomena alam lainnya.

Makhluk semacam inilah yang membentuk acara ritual, sistem sosial dan membentuk adat masyarakat, yang kini telah mengikat erat antara manusia dan alam. Sehingga tak dapat terpisahkan.

Perayaan-perayaan yang dilakukan oleh para leluhur, maka kegiatan itu pulalah yang menjadi fokus ungkapan artistik Kaum Aborigin. Dan, di dalamnya terdapat unsur dekoratif dan gerak tubuh, musik tradisionalnya dan nyanyian yang dipadukan yang menjadi suatu pertunjukan yang menarik.

Sesungguhnya pertunjukan tersebut diarahkan pada kekuatan-kekuatan laten tertentu, guna memohon kelanjutan produktivitas suatu tumbuhan atau hewan tertentu. Atau guna meyakinkan jiwa seseorang dapat dibimbing dari tempat hidupnya, kembali ke tempat peristirahatan.

Umumnya lukisan masyarakat kaum Aborigin lebih bertemakan dan berunsur tanaman serta binatang yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian, tetapi tidak hanya sekadar melukiskan peristiwa sehari-hari. Mereka juga memberikan ikatan erat antara diri mereka dengan alam yang direalisasikan melalui kegiatan keagamaan.[]

Diolah dari berbagai sumber

Publish: Koran Jaya Karta (9/10/1991)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p