Sungai Pasongsongan (Foto: Yant Kaiy) |
Catatan: Yant Kaiy
Sungai Pasongsongan memanjang dari selatan ke utara, menjadi
pembatas dua desa, yakni Desa Pasongsongan dan Panaongan. Kedua desa ini berada
dalam satu wilayah Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep.
Seperti musim kemarau pada tahun-tahun sebelumnya, sungai
yang bermuara di laut ini tak pernah kering airnya. Walau demikian, pemangku
kebijakan di dua desa tidak bisa memanfaatkan keberadaan Sungai Pasongsongan
untuk kepentingan masyarakat luas, utamanya di sektor pertanian. Padahal kedua
desa ini berlahan tanah tegalan berbatu, tandus dan gersang.
Hasil pertanian dari Desa Panaongan dan Pasongsongan ketika
musim penghujan adalah jagung. Itu pun hasilnya tidak maksimal karena
bergantung sama curah hujan. Jagung menjadi makanan pokok masyarakat di daerah
ini.
Bila kemarau melanda kedua desa ini, pohon-pohon meranggas
karena kedalaman tanah hanya sejengkal. Sedang dibawahnya batu menghampar. Udara
garing berhembus menerpa kulit. Itulah fenomena alam yang terjadi di daerah ini.
Sejatinya Sungai Pasongsongan bisa dimanfaatkan guna
menyuburkan tanah kering sehingga warganya bisa bercocok tanam. Endingnya,
dengan sendirinya kesejahteraan segenap warganya sedikit membaik.
Kita tahu kalau pemangku kebijakan desa mesti sensitif
terhadap realita yang berlaku di tengah-tengah warganya. Sebab ia memiliki
power memperoleh “kue” pembangunan dari pemerintah. Salah satunya dengan
mengajukan proposal sebagai upaya mendapatkan sentuhan anggaran.
Ikhtiar perlu dilakukan sebagai implementasi dari kebijakan
seorang pemimpin. Berpikir dan beraksi merupakan satu formulasi efektif dalam
mencapai satu tujuan. Jadi tidak ada kamus impossible Sungai Pasongsongan bisa
mempersembahkan sejuta manfaat bagi masyarakat luas.[]
Komentar
Posting Komentar